kaltimkece.id Korban pungutan liar atau pungli yang diduga dipungut oknum lurah di Samarinda mencapai ratusan orang. Lebih dari setengah miliar rupiah diraup oknum bersama seorang koleganya. Pemkot Samarinda mengaku, masih ada prosedur pelayanan publik yang lemah sehingga praktik kotor tersebut bisa terjadi.
Oknum yang melakukan pungli itu adalah Lurah Sungai Kapih, EA, dan koleganya, RA. Keduanya ditahan di Markas Kepolisian Resor Kota Samarinda. Pada Senin, 11 Oktober 2021, Wakil Kepala Polresta Samarinda, Ajun Komisaris Besar Polisi Eko Budiarto, membeberkan pengungkapan kasus ini.
Sebermula dari laporan yang diterima Polresta Samarinda mengenai aksi pungli EA dan RA. Modusnya, mereka memungut biaya tambahan dari pembuatan sertifikat tanah lewat program pendaftaran tanah sistematik lengkap atau PTSL. Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi mulai menyelidiki. Sejumlah keterangan saksi dan alat bukti dikumpulkan. Dari penyelidikan ini, polisi meyakini perbuatan EA dan RA.
_____________________________________________________PARIWARA
Setelah bukti-bukti mencukupi, polisi dari Unit Tindak Pidana Korupsi, Polresta Samarinda memulai operasi tangkap tangan di kantor Kelurahan Sungai Kapih pada Selasa, 5 Oktober 2021, pukul 13.00 Wita. Dalam operasi ini, polisi menemukan uang tunai Rp 24 juta di laci meja kerja lurah. Uang tersebut diyakini hasil pungli yang diserahkan RA kepada EA. Mereka pun digelandang petugas ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut.
Berdasarkan pemeriksaan, jelas AKBP Eko Budiarto, hasil pungli RA dan EA adalah Rp 678 juta. Sebanyak Rp 439 juta di antaranya disimpan di rekening anonim. Sementara sisanya, Rp 45 juta, ditabung di rekening atas nama EA. Polisi menduga, hasil kejahatan RA dan EA masih ada lagi. “Tersangka sempat menerima transfer Rp 45 juta. Tapi ini masih kami telusuri lebih lanjut,” ungkap Eko Budiarto.
AKBP Eko Budiarto menjelaskan awal mula kasus ini terjadi. Pada 2020, Kelurahan Sungai Kapih mengajukan permohonan program PTSL kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalihnya, banyak warga Sungai Kapih yang ingin menyertifikasi tanah. Setelah permohonan dikabulkan, BPN menyosialisasikan persyaratan dan biaya pendaftaran sertifikasi tanah kepada masyarakat Sungai Kapih pada 2021. Mulai saat inilah, EA memungut secara liar.
“Adapun biaya mengurus sertifikat tanah sebenarnya hanya Rp 100 ribu,” jelas Eko yang juga menjabat Ketua Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli Samarinda.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Polresta Samarinda, Komisaris Polisi Andika Dharma Sena, melanjutkan bahwa RA adalah warga Kelurahan Pelita, Samarinda Ilir. Sebelum beraksi, Lurah EA merekrut RA. Keduanya berkenalan ketika EA masih menjabat Lurah Pelita. Setelah pindah tugas sebagai Lurah Sungai Kapih, EA menjadikan RA sebagai koordinator tim kepanitiaan PTSL di Sungai Kapih. RA disebut turut memboyong anggota keluarganya masuk ke tim yang sama.
“Akan tetapi, mengenai hal tersebut, masih dalam penyelidikan lebih lanjut,” kata Kompol Andika Dharma.
RA, sebut Andika, berperan memberitahu warga Sungai Kapih bahwa setiap berkas PTSL dikenai biaya pengurusan Rp 1,5 juta dan Rp 100 ribu untuk membeli formulir pendaftaran. Akan tetapi, biaya Rp 1,5 juta hanya dikenakan kepada warga yang memiliki tanah seluas 200 meter persegi atau satu kaveling. Duit yang Rp 1,5 juta itulah yang disinyalir diambil EA dan RA.
“Padahal, berdasarkan surat keputusan bersama tiga menteri Nomor 34/2017, biaya mengurus berkas PTSL di Kaltim maksimal Rp 250 ribu,” sebutnya. Penyelidikan kepolisian mendapati, ada 980 pemohon yang memenuhi syarat mengikuti PTSL di Sungai Kapih. Sebanyak 540 di antaranya telah menyetorkan Rp 1,5 juta. Sebagian warga ada yang mencicil pembayaran biaya tersebut.
Celah Pungli
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menilai bahwa kasus ini membuktikan kelurahan dan kecamatan di Kota Tepian tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) pelayanan publik yang permanen. Hal ini menjadi celah bagi aparatur sipil untuk pungli. Dia berjanji segera memperbaiki kondisi ini.
“Saya telah memerintahkan sekertaris daerah untuk membuat SOP pelayanan publik yang jelas,” kata Andi pada kesempatan yang berbeda. Mengenai pencegahan korupsi, dia mengklaim, sudah berkali-kali memperingatkan bawahannya tidak korupsi apalagi pungli.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Praktik pungli Lurah EA juga diduga melanggar Peraturan Wali Kota Samarinda Nomor 24/2017. Andi menjelaskan, dua kemungkinan pelanggaran. Pertama, sosialisasi perwali tidak berjalan efektif. Kedua, ada kesengajaan oknum. Meski demikian, dia tetap menindak tegas Lurah EA jika terbukti bersalah. Saat ini, EA telah dibebastugaskan sebagai aparatur sipil negara karena harus menjalani proses hukum.
“Seandainya tindak pidana terbukti di pengadilan, maka (EA) diberhentikan. Jika tidak terbukti, kami punya kewajiban merehabilitasi dia,” jelasnya.
Wali Kota mengimbau publik tidak menghakimi keluarga para tersangka karena mereka tidak terlibat dalam kasus ini. Publik juga diminta untuk menghargai proses hukum. “Ada hak hukum yang harus dihormati yakni asas praduga tak bersalah,” tutupnya. (*)
Editor: Surya Aditya