kaltimkece.id Sambil membawa buku pelajaran, panci, hingga spatula, belasan ibu yang memakai beraneka daster berjalan menuju Balai Kota Samarinda. Mereka kemudian melempari buku-buku ke kantor wali kota. Sebagian dari mereka bahkan ada yang merobek buku.
Kamis, 1 Agustus 2024, para perempuan itu menggelar unjuk rasa. Aksi ini buntut dari belum tuntasnya dugaan praktik pemaksaan beli buku pelajaran dan pungutan liar. Padahal, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda telah mengeluarkan Surat Edaran 100.4.4/7553/100.01 tentang Penggunaan Buku dan Larangan Menjual Buku pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Menengah.
Surat yang diteken Kepala Dinas Pendidikan Samarinda, Asli Nuryadin, itu berisikan beberapa poin. Pertama, meminta SD dan SMP di Samarinda memakai dana BOS untuk membeli buku teks utama maupun buku teks pendamping yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing.
Kedua, SD dan SMP di Samarinda dilarang melakukan pungutan liar, dari menjual buku pelajaran, LKS, seragam, hingga mengadakan les berbayar yang diwajibkan kepada murid. Poin yang terakhir adalah guru maupun kepala sekolah yang terbukti melakukan bentuk-bentuk pungutan liar akan diberi sanksi.
Koordinator massa aksi, Nina Iskandar, mengapresiasi langkah yang ditempuh Disdik Samarinda mengeluarkan surat edaran tersebut. Akan tetapi, ia mengatakan, praktik jual-beli buku dan pungutan liar masih ada di beberapa sekolah. Bahkan, kata dia, ada oknum yang melakukan intimidasi agar siswa membeli buku.
"Memang, sudah tidak diwajibkan beli buku pendamping lagi. Tapi, anak-anak kami dikasih tugas yang materinya hanya ada di buku pendamping. Jadinya, ya, tetap harus membeli buku pendamping," kata Nina dengan nada kesal.
Setelah sekitar setengah jam berdemonstrasi, perwakilan massa dipersilakan masuk balai kota untuk berdialog dengan pejabat Pemerintah Kota Samarinda. Dialog tersebut dihadiri Asisten I Sekretariat Kota Samarinda, Ridwan Tassa, dan Kadisdik Samarinda, Asli Nuryadin.
Seorang ibu yang ikut dalam audiensi tersebut melemparkan keluhan mengenai anaknya yang dirundung karena tak mampu membeli buku. Bersama beberapa temannya yang tak membeli buku, anak dari ibu itu pernah disuruh menulis di lantai. Si guru juga disebut sempat memberikan pertanyaan-pertanyaan sinis kepada muridnya. Salah satunya mempertanyakan biaya keluarga murid membeli beras jika memang tak mampu membeli paket.
"Padahal, saya tulang punggung yang mesti menanggung sendiri biaya sekolah anak saya," ucapnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Asli Nuryadin menyampaikan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mewajibkan adanya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di sekolah-sekolah. Perundungan yang dilakukan murid maupun dari guru dapat dilaporkan ke satuan tugas tersebut.
"Seluruh SD dan SMP negeri di Samarinda sudah terbentuk satgas ini," katanya. Ia meminta semua Satgas Kekerasan melaksanakan tugasnya dengan efektif.
Di sisi lain, Asli menyampaikan bahwa tugasnya dalam menyebarkan surat edaran telah dilakukan. Ia pun menyesalkan masih ada oknum-oknum sekolah yang melakukan pungutan liar dalam bentuk jual buku paket sekolah.
Ia meminta orang tua murid tak perlu risau mengenai buku pelajaran. Semua materi dalam Kurikulum Merdeka Belajar disebut juga tersedia di situs platform Merdeka Belajar dengan format buku elektronik. Pengaksesannya gratis. Pengguna juga diperkenankan mencetak buku tersebut dalam bentuk fisik.
"Buku teks penunjang itu seharusnya dikembalikan ke kemauan masing-masing murid dan walinya," ujarnya.
Sementara itu, Asisten I Ridwan Tassa memastikan, pihaknya menindaklanjuti laporan mengenai oknum-oknum yang masih melakukan pungutan liar. Ia menyatakan akan ke sekolah-sekolah untuk melakukan inspeksi mendadak.
"Kami akan bentuk tim yang terdiri dari beberapa instansi, termasuk inspektorat," jelasnya.
Tassa berharap, tim khusus tersebut dapat menyelesaikan masalah pungutan liar di sekolah-sekolah secara holistik. Bukan hanya pungli buku paket pendamping namun juga pungli dalam studi wisata serta acara perpisahan yang kerap diadakan di hotel-hotel.
Bukan kali ini saja ibu-ibu tersebut berunjuk rasa. Pada Rabu, 24 Juni 2024, mereka berdemonstrasi di kantor Gubernur Kaltim. Tuntutannya sama: meminta pemberantasan oknum-oknum di sekolah yang memaksa menjual buku teks pendamping dengan harga yang mahal kepada anak-anak mereka. (*)