kaltimkece.id Alfian Noor menggerutu melihat isi dompetnya. Bujang berusia 32 tahun itu baru saja menghitung pengeluaran bulannya. Ia mencatat biaya kebutuhan makan, sewa rumah, hingga paket data. Satu hal yang bikin dia geleng kepala. Uang parkir yang dikeluarkan selama satu bulan ternyata besar juga.
"Memang waktu bayar terlihat kecil, cuma Rp2.000. Tapi kalau dihitung-hitung dalam sebulan, bisa keluar banyak," tutur lelaki yang bekerja sebagai ilustrator lepas di Samarinda tersebut.
Alfian menghitung, ia bisa mengeluarkan Rp100 ribu sebulan hanya untuk parkir. Setiap pergi ke suatu tempat, ia mesti membayar biaya parkir. Apabila pengeluaran itu masuk ke negara melalui pendapatan asli daerah, Alfian mengaku, tidak terlalu kesal. Uang tersebut bisa dipakai buat kepentingan umum.
"Nyatanya enggak begitu. Uangnya tidak masuk ke kas negara," sambungnya.
Keresahan seperti ini sebenarnya sudah dirasakan banyak warga Samarinda. Sudah jadi perhatian khusus dari Pemkot Samarinda pula. Makanya, melalui Surat Edaran Nomor 000.1.11/0505/199.95 Tahun 2024, pemkot menerapkan biaya parkir berlangganan di tepi jalan umum.
Tarif per bulan untuk sepeda motor adalah Rp 40.000 per bulan, Rp200 ribu per semester, dan Rp400 ribu per tahun. Perhitungan tarif tersebut jauh lebih murah dibanding pengeluaran Alfian tadi. Apabila Alfian berlangganan per bulan, ia hanya perlu membayar kurang dari Rp2.000 setiap hari.
"Tarif ini berlaku untuk semua tepi jalan di Samarinda," terang Kepala Bidang Lalu Lintas Jalan, Dinas Perhubungan Samarinda, Didi Zulyani, ketika dihubungi kaltimkece.id, Kamis, 2 Mei 2024.
Bagi kendaraan roda empat, tarif parkir berlangganan diberlakukan Rp100 ribu per bulan, Rp500 ribu per semester, serta Rp 1 juta per tahun. Sementara itu, untuk bus dan truk, Rp 200 ribu per bulan, Rp 1 juta per semester, serta Rp 2 juta per tahun.
Jika dihitung-hitung, pemilik roda empat di Samarinda hanya perlu membayar Rp 3.000 per hari untuk biaya parkir. Biaya ini juga tergolong murah. Berdasarkan pemantauan kaltimkece.id, biaya parkir kendaraan roda empat di tepi jalan umumnya Rp2.000 sampai Rp5.000 ribu.
"Nantinya, tiap kendaraan yang terdaftar akan mendapatkan stiker atau kartu parkir. Cukup tunjukkan itu kepada juru parkir," sebutnya.
Kebijakan ini, sebutnya, sudah dilakukan di berbagai lokasi. Beberapa di antaranya adalah kawasan di Jalan Abul Hasan dan Jalan Panglima Batur. Ruas jalan tersebut telah dipasangi rambu bertuliskan kawasan parkir berlangganan. Didi menyebutkan, Dishub sejauh ini mengutamakan kawasan Kecamatan Samarinda Kota.
"Tetapi nanti berlaku untuk seluruh tepi jalan umum di Samarinda," sebutnya.
Mengenai nasib juru parkir di Samarinda, Dishub Samarinda akan memberikan insentif bulanan. Besarannya, sebesar Rp 400 ribu per bulan. Insentif ini diharapkan dapat mencegah juru parkir di Samarinda untuk menarik pungutan liar kepada pengguna parkir.
"Yang menjadi tantangan kami saat ini adalah juru parkir liar yang tidak terdata di kota Samarinda,â keluhnya. Namun demikian, memastikan, secara pelan-pelan melakukan pendekatan kepada juru-juru parkir liar di kota Samarinda. Ia juga menghimbau agar juru parkir di Samarinda mendaftarkan diri ke Dishub Kota Samarinda.
Skema yang Diragukan
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarma, Purwadi, meragukan kebijakan ini. Meski berpotensi meningkatkan PAD Samarinda, ia menyebutkan bahwa kebijakan serupa pernah berjalan tanpa hasil yang berarti. Pada periode terdahulu, biaya parkir berlangganan sempat diberlakukan ketika membayar pajak STNK.
"Di STNK kemudian ada semacam stiker parkir berlangganan. Tetapi pengalaman saya, tetap diminta uang dari juru parkir liar," sebutnya. Purwadi menekankan, kebijakan parkir berlangganan yang berlaku sekarang tidak akan berarti jika pengawasan masih minim.
Kepala Bidang Lalu Lintas Jalan Didi Zuliyani menangkap kekhawatiran tersebut. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat yang telah membayar parkir berlangganan melaporkan jika mendapati pungutan parkir liar melalui Call Centre 112. Selain itu, untuk mempermudah, warga Samarinda dapat menghubungi melalui pesan direct message di Instagram Dinas Perhubungan Samarinda.
"Laporan itu segera kami tindak," tegasnya.
Pihaknya juga tidak pasif menunggu laporan masyarakat. Secara acak, sidak dan patroli mendadak dilakukan. Berkeliling demi mengawasi juru parkir liar dan kendaraan yang masih menginap sembarangan.
"Biasanya, kami lakukan di atas jam sepuluh malam. Jika ada kendaraan yang menginap dan tidak memiliki stiker parkir berlangganan, kami tempelkan stiker teguran," ujarnya.
Stiker teguran itu bukan satu-satunya langkah. Apabila kendaraan yang menginap sembarangan tak kunjung membayar parkir, Dishub Samarinda akan menggembok ban hingga menderek kendaraan.
"Yang paling ringan biasa kami kempiskan bannya," sebutnya.
Begitu pula dengan juru parkir yang masih menarik pungutan liar. Jika juru parkir binaan, statusnya sebagai tenaga yang disewa jasanya oleh Dishub akan dicabut. Untuk juru parkir liar, diminta untuk menjadi juru parkir binaan. Namun jika tidak diindahkan juga akan diminta tidak menarik pungutan parkir di daerah tersebut.
"Kebijakan ini terus berjalan sambil kami sosialisasikan melalui kertas sebaran dan media sosial. Harapannya, seluruh masyarakat Samarinda termasuk juru parkir akan segera sadar," tutupnya. (*)