kaltimkece.id Hujan yang mengguyur Samarinda sejak fajar tak juga reda pada Senin, 12 Mei 2025. Pukul sembilan pagi, Anto, seorang pekerja bengkel motor di Jalan Sultan Alimuddin, Samarinda, belum beberapa menit membuka bengkel.
"Sedang duduk-duduk, tiba-tiba melihat longsor di atas terowongan," sebutnya.
Lokasi bengkel tempat Anto bekerja tidak begitu jauh dari terowongan yang dibangun sejak awal 2023. Dengan mata telanjang, ia melihat dengan jelas bagaimana gumpalan-gumpalan tanah di atas terowongan perlahan-lahan melorot menutupi sebagian pintu terowongan.
"Karena hujan deras, suara longsoran tidak begitu terdengar," ucapnya.
Rupanya, salah seorang warga merekam kejadian longsor tersebut. Tak butuh waktu lama, video itu menyebar di grup-grup Whatsapp dan dibagikan ulang oleh akun-akun di media sosial.
Melalui rilis resmi, Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda, Desy Damayanti, mengakui, telah terjadi pergerakan tanah di area inlet tunnel yang berlokasi di Jalan Sultan Alimuddin sisi kanan terowongan. Luas runtuhan seluas 210 meter persegi dengan estimasi volume 150 meter kubik.
"Untuk lereng di sisi outlet tunnel di Jalan Kakap tidak terjadi pergerakan apapun dan dinyatakan aman," ujarnya.
Faktor penyebab longsor, sebut rilis itu, yaitu intensitas hujan tinggi dibarengi durasi lama. Hujan pagi itu sejak pukul 4 pagi hingga 11 siang. Kondisi lereng pun terdapat area talus deposit atau longsoran masa lampau yang memicu pergerakan lereng. Longsoran masa lampau itu ditemukan pada proses pemetaan pada 16 Februari dan pemetaan kedua pada rentang waktu 18 April hingga 3 Mei 2025.
Dibeberkan Desi, pihaknya sudah menyiapkan penanganan longsor masa lampau oleh Balai Geoteknik, Terowongan, dan Struktur sejak 1 Mei 2025, namun pada saat proses identifikasi berlangsung, luas longsor masa lampau tersebut mengalami pergeseran yang menyebabkan longsor pada 12 Mei 2025.
Untuk menanganinya, Pemkot Samarinda akan menutup area longsor menggunakan terpal serta membersihkan area. Penanganan lebih lanjut yaitu penguatan di sisi lereng dengan penyemprotan beton (shotcrete) serta pengawatan (wiremesh).
Atas insiden itu, besoknya, Wali Kota Samarinda Andi Harun berencana turun ke lapangan namun ia batalkan. Andi Harun akhirnya memberikan keterangan saat meninjau korban longsor di Belimau, Lempake, Samarinda.
Ia menegaskan struktur terowongan yang memakan anggaran sekitar Rp412 miliar itu aman. Adapun penahan di lereng yang bersisian dengan pintu masuk dan keluar terowongan masih bersifat sementara. "Belum permanen, masih dalam proses lelang untuk pembangunan tahap permanen," ungkapnya.
Politikus Partai Gerindra itu mengakui bahwa pada tahap sebelumnya pembangunan terowongan dikonsentrasikan di sisi dalam. Ia memastikan bahwa setelah hujan deras sehari lalu, sisi dalam terowongan dalam kondisi aman.
"Tahap pekerjaan untuk penguatan dinding depan baru berjalan saat ini, masuk penganggaran 2025," tuturnya.
Andi Harun menegaskan bahwa pembangunan terowongan tidak akan berjalan molor meski terkena longsor. Badan terowongan dapat dikatakan dalam kondisi selesai. Setelah penguatan dinding luar selesai, terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap tersebut dapat segera dibuka untuk umum.
Akademikus Geomekanika Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, Samarinda, Tommy Trides mengamini analisis Dinas PUPR yang menyebutkan intensitas curah hujan sebagai salah satu penyebab longsor. Dijelaskannya, air hujan masuk ke dalam tanah kemudian masuk dalam rongga-rongga batuan. Air itu kemudian akan menambah beban dalam satuan volume. Akibat dari beban yang bertambah membuat tanah bergerak.
Ia juga mengungkapkan kondisi tanah di Kaltim terbilang unik. Kondisi tanah cenderung lunak. Berbeda dengan kondisi tanah di Jawa yang cenderung keras. Batuan di tanah di Kaltim kebanyakan adalah batuan sedimen yang belum terkompaksi atau mengalami pemadatan tanah secara sempurna.
"Kalau daerah-daerah di Jawa sudah ada batuan beku yang cenderung lebih kokoh," jelasnya.Lebih lanjut, Tommy menjelaskan bahwa batuan di Kaltim, terlebih Samarinda adalah bagian dari Cekungan sedimen Kutai. Sebagai informasi, cekungan sedimen Kutai membentang dari dataran tinggi bagian tengah Kalimantan dan melintasi pantai timur hingga menuju Selat Makassar dengan luas 60 ribu kilometer persegi.
"Batuan-batuan di lokasi ini memang teridentifikasi cenderung lebih lunak," imbuhnya.
Letak geografis Kalimantan yang dilewati garis khatulistiwa, tambahnya lagi, turut berkontribusi. Dengan kelembaban tinggi karena panas dan hujan kerap terjadi silih berganti, batuan pun cepat mengalami pelapukan sehingga lebih rapuh.
Ia menilai bahwa langkah Pemkot Samarinda sejauh ini sudah tepat. Sisi dalam terowongan memang harus diamankan terlebih dahulu. Namun, pembenahan sisi luar harus dilakukan secepatnya.
"Dapat ditambah dengan baut batuan untuk menahan permukaan lereng bergerak," ucapnya.
Dengan curah hujan yang begitu tinggi dari awal tahun, ia tak memungkiri kemungkinan kembali terjadinya longsor di lereng terowongan. Oleh karena itu, selain perkuatan sisi lereng, Tommy juga mendorong monitoring secara intensif dan berkala.
"Itu satu-satunya solusi. Dipantau terus kestabilan tanahnya setelah konstruksi," tutupnya. (*)