kaltimkece.id Achmad Ridwan terperanjat begitu melihat sejumlah video di media sosial pada Ahad, 11 Mei 2025. Data pribadi jurnalis yang akrab disapa Awan itu telah disebarkan. Bukan hanya dirinya, data personal istrinya yang seorang presenter televisi juga tersiar di jagat maya tanpa persetujuan.
Sehari sebelumnya, Awan melalui akun Instagram media siber yang ia dirikan, Selasar.co, mengkritik penyebaran data pribadi pemengaruh di Samarinda, @kingtae.life. Pemengaruh tersebut diketahui kerap mengkritik pemerintah kota.
Adapun data pribadi Awan dan istrinya yang disebar sejumlah akun media sosial berupa nomor induk kependudukan (NIK) serta alamat tempat tinggal. Data itu diunggah pada Sabtu, 10 Mei 2025.
"Konten-konten tersebut (yang memublikasikan data pribadinya) justru memvalidasi yang saya sampaikan di video saya," ucap Awan.
Ia menegaskan, akun-akun yang dinilai sebagai pendengung itu mesti ditertibkan. Jika dibiarkan liar, keberadaan akun-akun tersebut akan merusak demokrasi. Awan menilai bahwa kritik kepada pemerintah merupakan hal yang normal di negara demokrasi. Kritik warga negara, sambungnya, justru merupakan vitamin bagi pemerintah.
"Seharusnya bersyukur dikritik, bukan malah doxing atau menyebarkan data pribadi," tegasnya.
Awan meminta masyarakat mawas diri terhadap keberadaan pendengung di media sosial. Jika hari ini identitasnya dan keluarganya yang disebar, bukan tidak mungkin identitas masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah turut disebar.
Selasar.co merupakan media terverifikasi faktual Dewan Pers. Sementara itu, riwayat beberapa akun yang menyebarkan identitas pribadi Awan dan istrinya berisi konten-konten yang cenderung membela kebijakan Pemerintah Kota Samarinda. Mulai konten tentang tata kota, banjir, hingga relokasi Pasar Subuh.
Dikonfirmasi mengenai akun-akun tersebut, Wali Kota Samarinda Andi Harun menegaskan bahwa keberadaan mereka di luar pengetahuannya. Meskipun akun-akun tersebut cenderung membela kebijakan pemerintah kota, ia menegaskan tak bertanggung jawab.
"Untuk apa akun-akun buzzer seperti itu. Kurang kerjaan," ucapnya dengan nada tinggi.
Andi Harun melanjutkan bahwa ia tidak memiliki akun media sosial pribadi baik Facebook, Instagram, maupun Twitter. Bekas ketua DPD Gerindra Kaltim tersebut mengatakan, tak ingin menyibukkan diri dengan pencitraan di media sosial.
"Citra diri tidak boleh melebihi citra pembangunan. Intinya, saya hanya ingin fokus menjalani pembangunan di Samarinda," sambungnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Mulawarman, Saipul, menegaskan bahwa doxing data pribadi merupakan upaya mengerdilkan semangat demokrasi dan berpendapat di ruang publik. "Apalagi ketika kritik yang disampaikan sesuai dengan fakta dan data," ucapnya.
Ia menyebutkan, fenomena pendengung di media sosial terbilang baru muncul belasan tahun belakangan ini seturut perkembangan internet. Media sosial yang menjadi ruang publik digital dimanfaatkan oleh oknum aktor politik tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Padahal, tugas pemerintah justru mengawal dan melindungi warga negara dalam berpendapat dan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Tak hanya mengancam demokrasi, penyebaran data pribadi disebut melanggar norma hukum. Pakar hukum pidana dari Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menyebutkan bahwa sejak 2022, penyebaran data pribadi diatur secara khusus dalam Undang-Undang 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Data pribadi adalah privasi yang seharusnya dilindungi," sebutnya.
Hukuman pidana menyebarkan data pribadi, sebut Orin, diatur dalam Pasal 67 dan 68 UU PDP. Pengungkapan data pribadi milik orang lain, menurut Pasal 67 ayat 2 adalah ancaman kurungan penjara empat tahun penjara serta denda sebesar Rp4 miliar.
"Kalau unsurnya sudah ada penghinaan juga masuk UU ITE (informasi dan transaksi elektronik)," ucapnya.
Orin menegaskan, data pribadi merupakan sesuatu yang sensitif. Ketika data pribadi warga negara yang mengkritik pemerintah disebarkan, Orin menekankan, itu juga termasuk ancaman terhadap demokrasi. (*)