kaltimkece.id Diskusi publik ini bertajuk Media dalam Pesta Demokrasi. Diselenggarakan Jaringan relawan lembaga riset media Remotivi dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim di lantai dua kantor Badan Kesbangpol Kaltim.

Ade Mardiah dari relawan Remotivi menjelaskan latar belakang kegiatan diskusi tersebut. Ia menyebutkan, bahwa Remotivi sebagai lembaga riset media di Jakarta merekrut relawan di berbagai daerah salah satunya Samarinda. Tujuannya memonitor media-media siber selama pemilu.

"Total seratus relawan anak muda yang terlibat dalam program ini," ucapnya.

Relawan tiap daerah memiliki tugas untuk mengawasi media yang berbeda-beda. Terdiri dari dua media lokal dan dua media nasional. Sebanyak tujuh relawan di tiap daerah dengan setiap orang bertugas secara bergantian mengawasi pemberitaan media setiap harinya.

Ada dua teori yang digunakan dalam mengawasi pemberitaan yaitu game frame dan personalisasi. Game frame merupakan framing media yang memperlakukan pemilu layaknya sebuah pertarungan. Sementara personalisasi merupakan framing yang menyoroti kehidupan personal peserta pemilu.

"Contoh game frame itu misalnya pemberitaan mengenai Anies yang tidak menyalami Prabowo. Sementara contoh personalisasi, pemberitaan mengenai keseharian anak Ganjar. Berita-berita seperti ini cenderung tidak substansial," paparnya.

Dari hasil penelitian Remotivi, per Januari 2024 saja sudah ditemukan 255 berita dengan narasi game frame dan 178 berita dengan narasi personalisasi. Anies serta Prabowo merupakan merupakan dua pihak yang kerap kali dipertentangkan oleh media. Sementara Ganjar beserta Prabowo merupakan pihak yang paling disorot kehidupan pribadinya.

Ade menyayangkan narasi game frame dan personalisasi yang menjadi mayoritas pemberitaan media hari ini. Game frame, misalnya cenderung melupakan bahwa politik itu dinamis, tidak ada kawan sejati dan lawan abadi.

"Anies, misalnya, dulu merupakan juru kampanye Jokowi pada 2014, sekarang justru digambarkan sebagai oposisi. Begitu pula Prabowo yang pada 2014 dan 2019 menjadi rival politik Jokowi," sebutnya.

Sementara itu, personalisasi melupakan pasal 9 Kode Etik Jurnalistik. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa wartawan mesti menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

"Pemberitaan tidak esensial mengenai keluarga pemilu apa untungnya buat masyarakat?", tambahnya.

Ade berharap media dapat berperan lebih signifikan dalam pemilu. Baik pemilihan eksekutif, legislatif, maupun pemilihan di tingkat daerah. Pada dasarnya, pers merupakan pilar keempat demokrasi.

Sementara itu, Komisioner KPID Kaltim, Adji Novita Wida Vantina menyampaikan bahwa KPI dan KPID merupakan lembaga yang turut terbentuk pascareformasi. Amanat pembentukannya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Pada masa Orde Baru, kita memiliki Kementerian Penerangan yang mengontrol segala konten yang muncul ke publik," ungkapnya. Media pada Orde Baru, sebutnya, seperti dimiliki sepenuhnya oleh negara.

Adji melanjutkan bahwa KPI dan KPID muncul karena berkembangnya media yang beragam pascareformasi yang tak hanya dimiliki negara. Dengan semangat kebebasan yang bertanggung jawab, Komisi Penyiaran pun terbentuk.

Sebagaimana yang tertuang dalam UU Penyiaran, sambungnya, spektrum frekuensi yang dipakai oleh lembaga penyiaran seperti radio dan televisi merupakan sumber daya alam terbatas. Oleh karena itu, penggunaannya diawasi agar digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

Dalam menghadapi pemilu, KPI beserta KPID telah mengeluarkan Peraturan KPI 4/2023 tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum Pada Lembaga Penyiaran. Regulasi tersebut mengatur mekanisme untuk menjaga media penyiaran tetap adil dan tidak condong berpihak dalam pemilu.

"Misalnya, ada batas maksimum 10 spot dengan durasi 30 detik untuk iklan pemilu di televisi. Sementara di radio, 10 spot dengan durasi 60 detik," paparnya. KPI dan KPID mensyaratkan bahwa dalam pemberitaan kegiatan kampanye di media penyiaran, tiap peserta pemilu mendapatkan alokasi waktu yang sama dan berimbang.

Perkembangan media memiliki tantangan tersendiri. Adji menyebutkan bahwa hingga saat ini KPID belum memiliki kewenangan untuk mengawasi media-media baru seperti media siber, media sosial, serta aplikasi-aplikasi live streaming.

"Kewenangan kami terbatas untuk radio dan TV analog atau kabel yang memakai spektrum frekuensi," ungkapnya. Oleh karena itu, dia mengapresiasi lembaga riset media seperti Remotivi yang turut membantu pemerintah dalam mengawasi media kontemporer. (*)