kaltimkece.id Seler, bukan nama sebenarnya, baru saja menunaikan ibadah salat Jumat ketika seorang mahasiswa berhenti di depan warungnya. Pemuda 22 tahun itu langsung mafhum begitu melihat mahasiswa tadi membuka jok sepeda motor. Sebagai penjaga warung kelontongan, Seler bergegas menyiapkan mesin pom mini.
"Sepuluh ribu, Mas," ucap pembeli. Setelah menekan tombol di mesin pom mini, Seler kemudian mengisi tangki sepeda motor.
Seler lulus SMA pada 2019. Ia sekarang meneruskan usaha warung milik orang tuanya di Jalan Perjuangan, Samarinda Utara. Beberapa tahun lalu, ia membeli mesin pom mini yang populer dengan nama Pertamini. Harganya sekitar Rp15 juta ditambah biaya pengiriman dari Garut, Jawa Barat, sebesar Rp5 juta.
"Pom mini saya ini salah satu yang pertama di kawasan ini," jelasnya kepada kaltimkece.id sedikit dengan nada bangga. Tidak seperti sekarang, sambungnya, saat itu belum banyak yang menjual mesin pom mini sehingga ia mesti memesannya dari luar pulau.
Seler mengandalkan jasa orang ketiga untuk pasokan BBM. Orang tersebut membawa dua jeriken kapasitas 35 liter berisi pertalite setiap hari. Ia membeli pertalite dari orang tersebut Rp11.000 per liter dan kemudian menjual BBM dengan harga Rp12.000 per liter. Untung bersihnya Rp1.000 per liter.
Seler mengakui lokasi ia berjualan terbilang strategis. Selemparan batu dari Universitas Mulawarman, kawasan itu penuh dengan mahasiswa yang indekos. Nyaris setiap hari pasokan pertalite di pom mininya habis. Lagi pula, sambungnya, jarak SPBU cukup jauh dari situ.
Walaupun demikian, Seler menyadari bahwa usahanya minim mitigasi keselamatan. Beberapa kali ia mendengar kabar kebakaran yang disebabkan Pertamini. Namun demikian, ia juga merasa usaha Pertamini telah menolong warung milik keluarganya secara ekonomi. Dalam setahun, ia bisa meraih omzet hingga Rp25 juta dari usaha tersebut.
Baru-baru ini, Wali Kota Samarinda mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 500.2.1/184/HK-KS/IV/2024 tentang Larangan Penjualan Bahan Bakar Minyak Eceran, Pertamini, dan Usaha Sejenisnya Tanpa Izin di Wilayah Kota Samarinda. Larangan tersebut sebenarnya telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. SK Wali kota disebut terbit agar Satuan Polisi Pamong Praja dapat menertibkan usaha yang dilarang tersebut.
Wali Kota Samarinda Andi Harun mengakui bahwa pemkot cukup dilematis menyikapi usaha Pertamini. Di satu sisi, usaha ini membantu pemasukan banyak warung di Samarinda. Di sisi lain, beberapa kali peristiwa kebakaran disebabkan keberadaan Pertamini.
"Pertimbangan yang lain adalah bahwa keberadaan Pertamini tidak memenuhi unsur legalitas sehingga dapat dianggap melanggar hukum," ucap Andi Harun, Jumat, 3 Maret 2024. "SK ini telah melewati keputusan yang panjang setelah melalui segala ketentuan hukum," sambungnya.
Melalui SK tersebut, Pemkot Samarinda resmi melarang segala usaha pom mini yang dianggap ilegal. Meskipun begitu, ruang masih diberikan bagi penjual usaha mikro BBM yang memiliki izin. Sebagaimana tertuang dalam SK tersebut, setiap kegiatan usaha penjualan BBM Eceran, Pertamini, dan usaha sejenisnya di wilayah Samarinda harus dilengkapi dengan izin usaha niaga sebagaimana diatur PP 36/2004.
Area Manager Communication, Relation dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra, mengapresiasi langkah Pemkot Samarinda. Kepada masyarakat, Pertamina menyediakan program kemitraan penjualan BBM dengan skala mikro yaitu Pertashop.
"Modalnya sekitar Rp250 juta hingga Rp300 juta," ujarnya kepada kaltimkece.id melalui pesan singkat, Jumat, 10 Mei 2024.
Jumlah itu disebut jauh lebih kecil dibandingkan SPBU yang membutuhkan modal Rp1 miliar hingga Rp2,5 miliar. Luas tanah yang diperlukan juga tidak begitu besar. Lahan seluas 300 meter persegi dengan lebar muka minimum 20 meter sudah cukup.
Meski terbilang lebih mahal dibandingkan Pertamini, usaha Pertashop dapat dilakukan beberapa orang dengan mekanisme koperasi berbadan hukum. Omzet per harinya juga bisa jauh lebih besar yaitu 1.000 hingga 5.000 liter per hari. Kapasitas tangki sebesar 20 kiloliter. Pengusaha Pertashop tak perlu memusingkan biaya yang mesti dibayarkan ke pihak ketiga seperti sebelumnya sebab modal BBM mereka diberikan dari Pertamina.
Purwadi, pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, mendukung wacana peralihan dari Pertamini yang ilegal ke Pertashop yang bermitra langsung dengan Pertamina. Bukan hanya membantu pengusaha yang tidak memiliki modal besar untuk memiliki SPBU, Pertashop diyakini menjawab beberapa daerah yang tidak terjangkau SPBU namun memiliki kebutuhan terhadap BBM.
"Contohnya Pertashop di daerah Betapus, Lempake, yang ramai dikunjungi untuk berwisata pada sore hari," sebutnya.
Hingga kini, menurut data Pertamina, terdapat 85 Pertashop yang tersebar di seluruh kota dan kabupaten di Kaltim. Kemitraan Pertashop menyesuaikan antara pengajuan lokasi mitra serta potensi ekonomi yang akan dievaluasi Pertamina. (*)