kaltimkece.id Polemik logo branding Samarinda bertajuk Magnificent Samarinda belumlah tuntas. Sebelumnya, tuaian protes mengemuka karena terdapat aksara A-M-A yang disatukan. Diikuti dengan biaya pengadaan logo yang disebut sebesar Rp 600 juta. Kini, masalah yang lebih besar mengadang. Logo tersebut diduga plagiat.
Pangkal datangnya dugaan plagiat ditemukan dari bentuk “M” yang berimbuhkan sebuah lengkungan. Bentuk khas di dalam logo tersebut ditengarai menjiplak karya George Bokhua yang berjudul AA Bridge (Double A Bridge). Kecuali dalam warna, bentuk logo Magnificent Samarinda dan AA Bridge serupa dalam bentuk.
AA Bridge pertama kali dimuat di website pribadi dengan alamat georgebokhua.com. Pemilik website, George Bokhua, adalah desainer yang berdomisili di New York, Amerika Serikat. Bokhua adalah perancang grafis dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Menurut data yang diperoleh kaltimkece.id, Bokhua telah menyediakan jasa bagi sejumlah perusahaan besar seperti Disney, New Balance, NFL, dan Wired Magazine.
Logo AA Bridge yang mirip dengan branding Samarinda dipastikan lebih dahulu dibuat George Bokhua. Bukti digital menunjukkan, Bokhua mengunggah logo tersebut di akun Instagram-nya pada 2015. Logo bertulis SAAP itu adalah contoh branding sebuah perusahaan.
Menanggapi kabar tersebut, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Samarinda, Asli Nuryadin, telah mendengarnya. Asli mengaku kecewa. Namun, dia tidak ingin berkomentar sebelum mendengar penjelasan dari Citiasia Inc, konsultan yang terlibat dalam pembuatan konsep logo branding.
"Yang lebih tahu Citiasia selaku konsultan. Pembuatan itu melalui lelang," jelas Asli, Rabu, 30 Januari 2019, kepada kaltimkece.id. Asli menyatakan sudah menanyakan kemiripan tersebut kepada Cityasia. Namun, dirinya belum menerima penjelasan.
“Nanti (setelah mendapat penjelasan) secara resmi kami laporkan ke Pak Wali Kota,” terang Asli.
Asli menjelaskan bahwa pada awalnya, Citiasia memberikan tiga opsi branding. Wali Kota Syaharie Jaang kemudian memilih satu logo. Pilihan tersebut jatuh karena filosofi yang termuat di dalam logo. Filosofi logo tersebut adalah kota bisnis yang berbudaya. Branding kota Samarinda memang telah dirintis pemkot sejak 2017. Pemkot menggelontorkan dana sebesar Rp 600 juta untuk masterplan termasuk logo.
"Kalau memang berdampak kepada copyright orang, kami tidak boleh meneruskan. Artinya harus diganti. Kami masih tunggu lagi," jelas Asli.
Bantahan Menjiplak
Ditemui di tempat terpisah, Hari Kusdaryanto selaku Chief Strategic Officer Citiasia Inc mengaku telah mengetahui laporan dugaan plagiat. Citiasia membantah keras telah menjiplak logo branding milik George Bokhua. Kendati memiliki kesamaan pada bagian berbentuk M dengan lengkungan, huruf ejaan berbeda.
"Intinya, tidak ada plagiat dalam pembuatan logo Samarinda,” demikian Kusdaryanto, Rabu, 30 Januari 2019. Dalam penjelasan Citiasia, kata yang digunakan dalam logo George Bokhua berjudul AA Bridge. Makna dari logo tersebut adalah simbol huruf A. Sedangkan yang digunakan di Magnificent Samarinda, adalah gabungan huruf A, M dan A. Sambungan dari kata Samarinda.
“Sama-sama jembatan tetapi beda arti dan bacaan. Dia (Bokhua) sepertinya menawarkan ke perusahaan SAAP. Tapi belum tahu apakah sudah dibeli atau contoh saja," jelas Kusdaryanto.
Logo Magnificent Samarinda juga disebut sangat berbeda dari segi warna. Terbentuknya logo dari proses yang berbeda. Huruf M yang menjadi poin mencolok logo merupakan representasi jembatan sebagai ikon Samarinda. Penyatuan dari rupa Jembatan Mahkota II dan Jembatan Mahulu.
Dari seluruh jawaban tersebut, Citiasia menyimpulkan bahwa adalah wajar jika ditemukan kesamaan. "Logo yang dihasilkan dari inspirasi Jembatan Mahakam memakai font (bentuk huruf) Futura. Dalam prinsip desain, pasti banyak logo yang sama persis," lanjutnya. Citiasia meminta Pemkot Samarinda tidak khawatir. Pemkot turut disarankan mendaftarkan logo tersebut ke Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk menghindari dugaan plagiat.
Logo branding merupakan bagian masterplan smart city dari cetak biru city branding Samarinda. Dalam penerapannya, masterplan menjadi acuan program smart city 5 hingga 10 tahun ke depan. Logo branding merupakan bagian dari masterplan yang dikerjakan Cityasia.
"Jadi, jangan dilihat bahwa Rp 600 juta hanya membuat logo. Itu hanya bonus dari pembentukan dokumen desain penataan wajah kota,” terang Kusdaryanto.
Pengalaman Diragukan
Dugaan indikasi plagiat ditanggapi seorang desainer berpengalaman di Samarinda. Jordi Budiono, wakil ketua Komunitas Designer Visual Samarinda atau Devisa, mengaku sudah melihat kemiripan yang dimaksud. Sebagai seorang desainer, Jordi mengatakan, kesan plagiat sangat nampak.
"Kami sayangkan karena ini brand identitas kota sendiri. Kayaknya, kok sedih, enggak serius dibikin," kata Jordi yang mengaku mengikuti akun Instagram George Bokhua. Menurutnya, untuk membuat logo branding kota, sebaiknya diadakan sayembara seperti di kota-kota besar yang lain.
Meski demikian, Jordi membenarkan bahwa kemiripan antara logo branding memang sering terjadi dalam dunia desain grafis. Namun, bagi para desainer berpengalaman, hal tersebut bisa dihindari sejak dini. Caranya dengan meneliti sejumlah logo. Bila terjadi kemiripan, desainer dapat mengubah sebelum karya dipatenkan dan dipublikasikan.
Di samping itu, Jordi menyebut pengerjaan logo branding tidak begitu matang. Bahkan terkesan asal-asalan. Hal itu nampak jelas dari deskripsi filosofi dalam logo huruf S. Terbentuknya huruf disebut merupakan dasar dari segi enam. Menggambarkan keberadaan enam kampung awal terbentuknya Samarinda. Namun segi enam yang dimaksud tak ditemukan di dalam logo.
Dari penelusurannya pula, didapati bahwa font yang digunakan di logo branding Magnificent Samarinda sangat standar dan tidak rapi. Yang bikin mengganjal, lanjutnya, penggunaan font Arial. “Penataan presentasi logo seperti main-main. Seperti presentasi logo seharga Rp 600 ribu begitu," sindirnya. (*)
Editor: Fel GM