kaltimkece.id Makam Ahmad Yusuf Ghazali, 4 tahun, akhirnya dibongkar pada Selasa pagi, 18 Februari 2020. Polisi menugaskan ahli forensik terbaik di Indonesia, Komisaris Besar Polisi Dr dr Sumi Hastry Purwanti DFM SpF, memimpin operasi tersebut.
Yusuf yang menghilang di tempat penitipan anak ditemukan mengambang tanpa kepala. Jenazahnya didapati di anak Sungai Karang Asam, Jalan Pangeran Antasari II, Gang 3, Samarinda Ulu pada 8 Desember 2019. Berbagai spekulasi muncul. Salah satunya, ia adalah korban pembunuhan dan perdagangan organ tubuh.
“Kami berharap penyebab anak kami meninggal dunia benar-benar terungkap,” ucap Bambang Sulistiyo, ayah Yusuf, di Kuburan Muslimin, Jalan Damanhuri, Sungai Pinang, Samarinda.
Proses pembongkaran makam berjalan di bawah penjagaan ketat kepolisian. Sejumlah warga yang penasaran hanya melihat dari kejauhan.
Setelah makam dibongkar, petugas yang membawa kantong jenazah kuning menuruni bukit di area pemakaman. Jasad Yusuf dibawa ke sebuah tenda yang menjadi ruang autopsi. Selama dua jam, tim forensik memeriksa tulang-tulang Yusuf.
Kepala Kepolisian Resor Kota Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arief Budiman, menuturkan bahwa autopsi berjalan lancar tanpa hambatan. Tim Forensik dari Markas Besar Polri membawa sejumlah potongan tulang mendiang Yusuf yakni tulang bagian leher.
“Nanti, Mabes yang mencari kebenaran penyebab kematian," kata Kapolresta Samarinda. Ia menyatakan, pemeriksaan di laboratorium memakan waktu namun polisi bekerja secepatnya.
Pemimpin operasi untuk mengautopsi rangka Yusuf adalah Kombes Sumi Hastry Purwanti. Perempuan kelahiran Jakarta, 23 Agustus 1970 ini adalah polisi wanita pertama di Indonesia, bahkan di Asia, yang menyandang gelar doktor forensik (S-3 forensik).
Perempuan ini kenyang pengalaman dalam operasi autopsi. Ia pernah mengidentifikasi korban-korban Bom Bali I pada 2002, jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH-17 di Ukraina, dan Air Asia QZ8501. Ia juga dilibatkan dalam penyelidikan teror bom di Hotel JW Marriot tahun 2003. Begitu juga teror di Kedutaan Besar Australia pada 2004, Bom Bali II pada 2005, dan bom di Kuningan pada 2009.
Hastry, yang lulus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, sudah diperbantukan dalam tim Disaster Victim Identification (DVI) sejak sebelum lulus ilmu kedokteran forensik. Ia juga terlibat dalam identifikasi korban tsunami Aceh hingga jatuhnya pesawat di Medan pada 2005.
Ahli forensik perempuan ini mulai mendalami ilmu forensik pada 2000 atas ajakan seorang rekannya di kepolisian. Saat itu, bahkan hingga sekarang, sangat sedikit polwan yang berminat mendalami bidang forensik. Ia menyelesaikan spesialis ilmu kedokteran forensik pada 2005.
Gelar doktor forensik diperoleh Hastry dari Universitas Airlangga, Surabaya, dengan predikat cumlaude. Disertasinya tentang variasi genetika pada lima populasi di Indonesia. Program doktornya ini rampung dalam tiga tahun 10 bulan.
Turunkan Anjing Pelacak
Sore harinya, penyelidikan jejak terakhir mendiang Yusuf kembali berjalan. Polisi mendatangi lokasi Yusuf menghilang di PAUD Jannatul Athfaal, Jalan AW Sjahranie, Samarinda Ulu.
Satuan Reserse Kriminal, Polresta Samarinda, bersama Tim Unit K-9 Polda Kaltim, berusaha melacak jejak terakhir Yusuf. Seekor anjing pelacak jenis herder dari Unit K-9 diturunkan. Untuk memudahkan anjing pelacak bernama Tappy itu, Bambang selaku ayah mendiang Yusuf membawa sejumlah barang yang kerap digunakan sang buah hati. Ia membawa jaket, sepatu, dan bantal Yusuf.
Pelacakan dimulai di depan halaman PAUD. Usai mencium barang mendiang Yusuf, anjing pelacak ini mulai mengendus. Anjing itu segera berjalan ke luar PAUD. Di persimpangan jalan, Tappy berputar-putar sebelum berjalan ke arah parit. Titik ini memang menjadi lokasi Yusuf diduga terjatuh. Selebihnya, Tappy hanya mengendus ke dalam drainase yang terhubung dengan sisi jalan raya.
"Sudah kita saksikan, dari pihak pawang dan anjing K-9 Polda memberikan petunjuk. Anjing menunjukkan arah ke parit, bukan ke jalan raya (Jalan AW Syahranie)," ungkap Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal, Polresta Samarinda, Ajun Komisaris Polisi Aldi Harjasatya.
Dari laporan pawang anjing, jelas Aldi, kemungkinan Yusuf menghilang karena diculik kurang kuat. Jika demikian yang terjadi, anjing akan menuju jalan raya.
"Bukti ini kami tambahkan dalam berkas. Analisis K-9 akan dibuatkan Berita Acara Pelacakan," tambahnya.
Pawang anjing pelacak, Brigadir Polisi Satu Kornelius Kurniawan Tappi, menjelaskan bahwa setelah mencium aroma sepatu, anjing bisa saja berkeliling dahulu. Contohnya, masuk ke ruangan PAUD. Namun yang terjadi, Tappy memilih keluar. Penciumannya menunjukkan Yusuf ke arah luar PAUD. Hasil pelacakan ini dilakukan dua kali dan hasilnya seragam.
Sementara itu, Bambang, ayah mendiang Yusuf, mengaku tetap yakin bahwa penyebab kematian sang anak bukan terjatuh ke drainase. "Tapi itu (hasil anjing pelacak) hanya sebagai bukti tambahan. Tidak memastikan bahwa anak saya masuk ke parit," ungkapnya.
Ia keukeuh kepada keyakinan lantaran tidak adanya bukti nyata seperti rekaman kamera pengawas maupun saksi mata.
"Paling tidak, seharusnya ada yang melihat. Saya akan menunggu hasil autopsi. Kalau saya, tetap yakin anak saya tidak tercebur. Itu keyakinan saya," tutup Bambang. (*)
Editor: Fel GM