kaltimkece.id Panasnya musibah kebakaran, kerap memicu tensi di tempat kejadian. Insiden tak luput dialami petugas pemadam kebakaran. Termasuk mendapat bogem mentah warga karena dianggap lambat.
Insiden begini mewarnai musibah kebakaran di Samarinda Ulu pukul 13.45 Wita, Kamis, 3 Oktober 2019. Persisnya di Jalan Delima Dalam RT 52, Kelurahan Sidodadi. Tiga relawan pemadam kebakaran diserang warga saat bertugas. Aksi tersebut dipicu emosi lantaran dianggap lambat memadamkan api.
Aksi warga itupun diadukan si relawan ke Polsekta Samarinda Ulu. Setelah rangkaian mediasi, aduan dicabut dan berakhir damai.
Kejadian di Samarinda Ulu tersebut, bukan hal baru bagi petugas. Dari berbagai insiden, petugas memang kerap bersitegang dengan warga, termasuk relawan. Sebagai garda terdepan mengatasi aksi si jago merah, petugas tak sekadar menyemprot air ke bara api ketika sampai di tempat kejadian. Terdapat sejumlah prosedur operasi standar atau SOP sebagai acuan menjalankan tugas.
Seperti dijelaskan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Samarinda, Nursan, SOP pemadam kebakaran biasa disebut response time. Mulai awal menerima informasi dari pusat komunikasi, hingga tahapan petugas menyemprot lokasi kebakaran.
Di Samarinda, pemadam kebakaran atau damkar turut memiliki nomor telepon khusus. Disebarkan ke masyarakat. Melalui nomor itu, publik bisa segera menginformasikan kebakaran di wilayahnya. Petugas yang stand by, merespons dalam 1 sampai 2 menit.
Setelah informasi persis diterima, petugas bersiap lagi sekitar 1 sampai 2 menit sebelum menuju lokasi. Prediksi waktu antara 6 sampai 12 menit. Estimasi waktu begitu dipengaruhi kondisi lalu lintas menuju TKP kebakaran.
"Dinas Damkar Samarinda mempunyai 11 posko. Tersebar di berbagai kecamatan. Dan itu telah mempunyai tugas kerja masing-masing. Kecuali Kecamatan Samarinda Ilir dan Sungai Pinang yang belum mempunyai posko,” terang Nursan.
“Terkendala tempat atau lokasi. Karena pengadaan lahan untuk posko pemadam kebakaran harus disesuaikan kemampuan keuangan Pemkot Samarinda," sambungnya.
Idealnya, letak posko satu dan lainnya tidak terlalu jauh. Maka, ketika didapati kejadian, petugas bisa saling back up. Hal ini sudah diterapkan di beberapa kecamatan yang dilengkapi dua posko. Sementara, seperti Posko 6 di daerah Palaran, dan Posko 7 di daerah Kebun Raya Unmul Samarinda, KRUS, memiliki radius wilayah kerja yang terjauh. Yakni 5 kilometer dan mesti ditempuh 6 sampai 7 menit sesuai uji coba yang pernah dilakukan. “Dan pastinya sesuai kondisi lalu lintas saat pemadam menuju TKP," terang Nursan.
Adapun dalam satu posko terbagi tiga regu. Satu regu bertugas 24 jam mulai pukul 07.30 Wita. Beranggotakan empat hingga tujuh orang. Setiap posko dilengkapi mes.
Dalam praktiknya, kendala terbesar menuju TKP adalah masalah lalu lintas. Samarinda termasuk padat kendaraan. Perlu pengaturan agar armada damkar tak terhambat ketika bertugas.
“Sesampai di lokasi pun kami sangat membutuhkan pengertian masyarakat agar kami dan relawan diberikan kesempatan menjalankan tugas,” tambahnya
Ketika sampai di lokasi, petugas damkar memang tidak serta-merta menyemprot api. Harus dipastikan lagi PLN telah memadamkan arus listrik. Bila tetap menyala, akan sangat membahayakan. Terutama nyawa petugas dan relawan yang memadamkan api.
Maka, dalam musibah kebakaran, sangat dibutuhkan kerja sama. Baik antara petugas damkar, relawan, dan masyarakat maupun korban. Menghindari miskomunikasi yang malah memperburuk keadaan.
"Kami mengerti masyarakat yang menjadi korban tak mau tahu akan hal itu. Karena kepanikan yang sangat tinggi, berbagai reaksi muncul. Tak sedikit korban tersulut emosi hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda. Kami memahami itu. Perlahan kami memberikan pemahaman untuk menghindari kesalahpahaman,” urai Nursan.
Ke depan, ia berharap ada kerja sama antara petugas, masyarakat, maupun dinas perhubungan untuk mengatur lalu lintas. Juga kepolisian dan satpol PP untuk menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar lokasi kebakaran. Untungnya, dari banyak kesalahpahaman di lapangan, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. “Insya Allah petugas damkar sudah profesional dalam mengambil sikap di lapangan ketika bencana kebakaran.”
Bentuk Kampung Pencegahan
Ke depan, Dinas Damkar Samarinda akan membentuk kampung-kampung cegah dini kebakaran. Didirikan di setiap kelurahan. Hal itu diharapkan menjadi respons cepat pencegahan kebakaran. Bahkan hanya dalam hitungan detik. Pasalnya, 90 persen penyebab kebakaran adalah korsleting listrik. Keadaan itu bisa terjadi kapan saja.
Nantinya, keberadaan kampung cegah dini dibekali tabung alat pemadam api ringan (apar). Diperuntukkan relawan setempat untuk menangani ketika titik api pertama muncul. Kampung cegah dini kebakaran di setiap kelurahan, bakal sangat membantu tugas pemadam. Terutama di daerah dalam gang sempit. Dari tingkat kelurahan, gerakan tersebut kelak bakal dimekarkan di tiap RT. (*)
Editor: Bobby Lolowang