kaltimkece.id Tujuh orang tengah sibuk menambang di Desa Loa Gagak, Loa Kulu, Kutai Kartanegara, ketika enam polisi mendatangi kawasan tersebut. Dengan segera ketujuh orang itu melarikan diri. Berusaha kabur secepat mungkin dari konsesi PT Multi Harapan Utama atau MHU lantaran aktivitas ilegal yang dilakukan terciduk aparat.
Kamis, 20 Februari 2020, adalah pekan ketiga komplotan yang dipimpin sosok berinisial MB tersebut melakukan aktivitas pertambangan ilegal di sana. Tanpa diketahui, kegiatan tersebut rupanya tercium perusahaan pemilik konsesi. Hasil pantauan itu lalu dilaporkan ke pihak berwajib yang menggelar penggerebekan sekitar pukul 15.00 Wita hari itu.
Melihat petugas mendekat, para penambang ilegal sempat berusaha kabur. Tapi usaha melarikan diri berhasil digagalkan. Ketujuhnya pun diamankan polisi. Begitu juga MB yang diamankan belakangan, diduga otak kegiatan ilegal tersebut.
Kapolsek Loa Kulu Inspektur Satu Aksaruddin Adam, mengatakan bahwa pihaknya telah menyita tiga alat berat yang digunakan untuk menambang. "Kesemuanya kami amankan lantaran tak bisa menunjukkan dokumen penambangan," ujarnya.
Lantaran tidak bisa menunjukkan izin menambang, bisa diambil kesimpulan adanya pelanggaran pidana dari aktivitas tersebut. Selanjutnya, polisi akan memastikan lokasi penambangan ilegal tersebut sesuai wilayah hukum. Pasalnya, Loa Gagak berada di perbatasan Samarinda dan Kukar. "Jadi kami mesti menurunkan tim untuk memastikan koordinat tempat kejadian perkara," ujarnya.
Atas tindak kriminal yang dilakukan para penambang ilegal itu, seluruhnya diancam dan dijerat Pasal 158 Undang-Undang tahun 2009 tentang Minerba. Dengan ancaman lima tahun penjara.
Keruk 700 Metrik Ton
MB, otak dari penambangan tersebut, merupakan warga Jalan Pangeran Suryanata, Samarinda. Selama beraksi, kelompoknya diklaim telah mengeruk 700 metrik ton batu bara. Hasil galian itu kemudian diangkut ke Jalan Jakarta, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. "Dari sana batu bara dimasukkan ke karung, kemudian diangkut menggunakan kontainer ke Terminal Peti Kemas, Palaran," terangnya.
Batu bara ilegal itu rupanya sudah memiliki pembeli berinisial G. Untuk tiap kontainer, G menghargai peti kemas senilai Rp5 juta. "Total sudah ada 35 peti kemas," ujarnya.
Dengan nominal tersebut, berikut batu bara yang berhasil dikumpulkan, rupiah yang dikantongi MB secara ilegal mencapai Rp175 juta.
MB juga pemilik dua dari tiga alat berat yang disita Polsek Loa Kulu. Yakni dozer dan ekskavator. Satu lainnya disewa dari seseorang dengan tarif Rp250 ribu per jam.
Lokasi yang digali, diketahui tertanam baru setelah mendapat informasi dari ketua RT setempat berinisial IK. "Dia bilang lahan itu milik dia. Tapi saya tahu lahan itu berada di konsesi PT MHU," ujarnya.
Dari setiap metrik ton batu bara yang dikeruk, MB memberi Rp30 ribu sebagai fee untuk si ketua RT. Dari pengakuan itupun, polisi turut memeriksa pembeli dan ketua RT dimaksud. (*)
Editor: Bobby Lolowang