kaltimkece.id Kebingungan melanda David Walsh ketika mengetahui uang miliknya tinggal 10 ribu dollar Kanada atau kira-kira Rp 100 juta. Promotor saham sekaligus pendiri perusahaan tambang bernama Bre-X Minerals Ltd itu nyaris kehabisan harta karena terlilit pinjaman. Dalam pikiran yang kacau menghadapi para rentenir, nama John Felderhof tiba-tiba melintas.
Walsh terakhir bertemu kenalan lamanya itu di Australia pada 1983. Dia ingat, Felderhof sempat membicarakan potensi tambang di Indonesia. Setelah sepuluh tahun berlalu, percakapan tersebut rupanya menyisakan penasaran. Andaikata keberadaan emas itu benar, pikir Walsh, uang Rp 100 juta miliknya tentu berkembang biak dengan cepat.
Walsh sudah jatuh miskin ketika memutuskan terbang ke Jakarta pada 1993. Dia bahkan tak mampu membeli bensin untuk mobilnya. Bermodal nekat sajalah, lelaki yang fasih berbahasa Prancis itu mendarat di Indonesia. Dia harus menanyai banyak orang dan terus mengelilingi kota karena tak memiliki informasi yang cukup mengenai keberadaan Felderhof. Setelah seminggu menetap di Jakarta, dia akhirnya menemukan orang yang dicari.
Walsh datang pada waktu yang tepat. Felderhof baru saja menganggur. Geolog kelahiran Belanda berkebangsaan Kanada itu sedang dirumahkan karena perusahaan tempat dia bekerja menghentikan operasi. Setelah berbasa-basi sebentar, Walsh mengajak Felderhof makan malam di Hotel Sari Pacific Jakarta.
Dalam laporan The Globe and Mail berjudul Bre-X: The Untold Story (1997), Felderhof tidak datang sendirian. Bersamanya, tiga geolog turut menyantap makan malam dan terlibat obrolan seru di hotel mewah berbintang lima tersebut. Mereka adalah Michael Bird, Jonathan Nassey, dan Mike de Guzman. Nama terakhir adalah geolog berkebangsaan Filipina yang juga kolega sekerja sepengangguran Felderhof.
Di tengah-tengah jamuan, Felderhof mengungkapkan potensi emas yang luar biasa di perut bumi Kalimantan. Gaya bicaranya begitu meyakinkan. Dalam waktu singkat, Felderhof berhasil membujuk Walsh datang ke hutan Kalimantan untuk mencari gudang emas.
Pembelian Busang
Hanya berselang beberapa hari setelah makan malam, Felderhof dan Walsh sudah keluar-masuk belantara Kalimantan. Setelah bertualang selama 12 hari, Felderhof menyarankan kepada Walsh agar mengakuisisi sebuah properti di Busang.
Waktu itu, Busang adalah sebuah desa kecil di pedalaman Kalimantan di bawah Kabupaten Tingkat II Kutai. Pada masa kini, Busang telah menjadi kecamatan di Kutai Timur yang berjarak 148 kilometer dari ibu kota kabupaten di Sangatta. Luas wilayah Kecamatan Busang adalah 3.721 kilometer persegi dan dihuni 5.715 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015).
Baca Juga: Ada Logam Mulia tapi Tak Luar Biasa
Gagasan Felderhof mengakuisisi Busang diutarakan ketika wilayah itu telah dieksplorasi Montague Gold NL pada 1987. Felderhof memang sempat bekerja sebagai konsultan geologi untuk Montague Gold. Dalam laporannya kepada perusahaan yang berkedudukan di Perth, Australia, Felderhof menulis temuan yang sangat positif. Dia memastikan adanya mineralisasi di Busang.
“Saya cuma belum tahu pasti berapa besar kandungannya," tulis Felderhof, kemudian menyatakan, "Yang jelas, Busang adalah sasaran eksplorasi yang menarik.”
Montague Gold rupanya kurang berminat ketika disuguhi informasi tersebut. Perusahaan kemudian mengobral properti di Busang dengan harga USD 180 ribu atau sekitar Rp 2,3 miliar.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Walsh yang percaya dengan mulut manis Felderhof bergegas menyambutnya. Lewat Bre-X, Walsh menyurati Montageu Gold untuk mengakuisisi eksplorasi di Busang pada Mei 1993. Kesepakatan tercapai sebulan kemudian (Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, 1997).
Walsh memang hanya memiliki Rp 100 juta di kantongnya dan hampir habis membiayai ekspedisi di Kalimantan. Di sinilah Walsh menunjukkan keulungan sebagai pialang saham. Dia segera pulang ke Kanada demi menyiapkan proyek Busang. Walsh meminta persetujuan Alberta Stock Exchange, pasar saham Bre-X semula didaftarkan, menaikkan harga saham dari 10 sen menjadi 40 sen dollar Kanada. Uniknya, usulan itu hanya bermodal potongan surat kabar berisi potensi emas di Kalimantan yang tengah dibidik Bre-X.
Lewat kenaikan saham Bre-X, Walsh dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan 200 ribu dollar Kanada atau setara Rp 2,1 miliar. Dana itu sudah cukup untuk pembayaran tahap pertama kepada Montague Gold sekaligus membiayai eksplorasi. Pada 3 Agustus 1993, Bre-X Minerals akhirnya menyatakan telah mengambil alih kepemilikan kontrak karya di Busang.
Tiga orang yang bergabung pada makan malam bersama Walsh di Hotel Sari Pacific akhirnya turut serta dalam eksplorasi emas Busang. Mereka adalah Felderhof, Mike de Guzman, dan Jonathan Nassey. De Guzman menjadi manajer proyek, Felderhof duduk sebagai konsultan.
Ketika eksplorasi berjalan berbilang bulan, tim mengaku menemukan cebakan emas dengan cadangan 10 juta ons pada 1994. Bre-X mengumumkan lagi cadangan emas di Busang yang menembus 40 juta ons pada 17 April 1996. Temuan itu menerbangkan saham Bre-X ke langit hingga 170 dollar Kanada atau Rp 1,7 juta per lembar. Berkat penemuan awal di Busang, nilai saham Bre-X naik 89 kali lipat.
Demam emas mewabah di mana-mana. Hampir semua orang percaya bahwa simpanan emas di Busang adalah yang terbesar di muka bumi. Empat tahun lamanya, emas Busang menghebohkan dunia. Sampai kebenaran itu terungkap. Bahwasanya, tidak ada cadangan emas yang luar biasa di Busang. Saham Bre-X yang sudah setinggi langit ambruk menjadi tak berharga tepat pada April ini, 21 tahun yang lalu. (*)
Baca artikel berikutnya: Hoax Emas Kaltim yang Mendunia-2: Ada Logam Mulia tapi Tak Luar Biasa