kaltimkece.id Baliho biru itu nyaris tumbang di tepi jalur Samboja menuju Sepaku. Papan keterangan itu menginformasikan tanah kaveling berbagai ukuran yang sedang dijual. Lokasi lahan tersebut di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. “Ayoo... Segera miliki tanah kaveling Ibu Kota Negara (IKN) sebelum kehabisan dan harga naik,” bunyi wara-wara tersebut.
Satu-satunya nomor ponsel di baliho tersebut tak bisa dikontak. kaltimkece.id telah menghubunginya melalui telepon seluler maupun aplikasi WhatsApp. Hanya operator jaringan yang menyahut. Nomor tersebut tidak aktif atau di luar jangkauan.
Kecamatan Sepaku merupakan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara Nusantara. Berdasarkan peta RTRW Kalimantan Timur 2015-2030, semua wilayah Sepaku masuk IKN Nusantara. Perkantoran pemerintah pusat, tol, hingga bandara VVIP, termasuk intake air baku, akan dibangun di kecamatan tersebut.
Jual-beli lahan di Sepaku pun menggeliat. Sejumlah warga bahkan telah menjual tanah untuk keperluan pembangunan IKN Nusantara. Syarak, kepala Adat Paser Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, adalah seorang di antaranya. Kepada kaltimkece.id, Jumat, 3 Februari 2023, Syarak mengaku, telah menjual lahan 8.400 meter persegi di Sepaku kepada seorang pengembang.
“Saya terima Rp 1,7 miliar,” sebut pria berumur 60 tahun itu.
Syarak memerincikan, Rp 1,7 miliar itu terdiri dari harga lahan Rp 200 ribu per meter, sawit Rp 430 ribu per pohon, tanaman buah Rp 250 ribu per pohon, dan bambu Rp 450 ribu per rumpun. Menurut kabar yang ia terima, lahan tersebut dijual lagi oleh pengembang tadi kepada pemerintah untuk proyek IKN Nusantara.
“Kabarnya, pengembang dapat Rp 2,7 miliar,” beber Syarak. Ia mengaku tak kecewa. Menurutnya, perbedaan harga merupakan risiko jual-beli barang. “Bagi kami yang belum pernah memegang uang segitu (Rp 1,6 miliar), itu sudah banyak. Belum pernah terjadi, tanah di sini ditawar Rp 200 ribu per meter,” imbuhnya.
Syarak adalah petani kelapa sawit. Ia berencana menjual tanahnya yang lain seluas 1,2 hektare kepada pemerintah. Pemerintah disebut telah mengukur dan memasang pelang bertuliskan tanah tersebut akan dibangun IKN. Harga kesepakatannya Rp 1,7 miliar. “Tapi belum dibayar,” akunya.
Alasan Syarak menjual tanah karena pemerintah tak bisa dilawan. Baginya, melawan pemerintah dengan tidak menjual tanah adalah pekerjaan sia-sia. Mau atau tidak, besar atau kecil harganya, pemerintah tetap akan mengambil alih tanahnya. Ia pun telah mempersiapkan masa depannya. Satu di antaranya, membeli tanah di Desa Sesulu, Kecamatan Waru, PPU. Ia akan mengajak keluarganya tinggal di desa tersebut setelah semua tanahnya di Sepaku terjual.
Syarak juga berencana berbisnis pelabuhan di Teluk Balikpapan. Ia mengaku, telah menginvestasikan sebagian dari hasil jual tanah untuk membangun empat dermaga di teluk tersebut. Saat ini, progresnya masuk tahap pengurusan administrasi. Proyek itu bekerja sama dengan pemerintah. Menurutnya, pemerintah berjanji bahwa distribusi material pembangunan IKN menggunakan dermaga tersebut.
Sebagian warga Sepaku yang menjual tanah untuk proyek IKN ditentang keras Kepala Adat Suku Balik, Sibukdin. Lelaki 60 tahun yang tinggal di Desa Lokdam, Sepaku, itu, menyatakan bahwa pemerintah hanya memanfaatkan kelemahan pengetahuan warga. Pemerintah disebut mengiming-imingi warga dengan bayaran tinggi tanpa memikirkan masa depan mereka.
“Masalahnya, warga di sini rata-rata bertani. Kalau mereka dipindah, belum tentu di tempat yang baru bisa dipakai buat bertani,” ucap Sibukdin.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, mengingatkan hal yang senada. Menurutnya, pemerintah tidak melakukan prosedur yang benar dalam mendapatkan tanah untuk membangun IKN Nusantara. Salah satu prosedur yang dilanggar adalah tidak dilibatkannya partisipasi warga, baik yang terdampak langsung maupun tidak, dalam penetapan Sepaku sebagai ibu kota negara.
“Dalam dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), terlihat jelas tidak ada dari unsur warga lokal yang dilibatkan dalam penetapan IKN. Seharusnya ‘kan dilibatkan, apakah warga mau atau tidak tempatnya dijadikan IKN,” kata Fathul.
Prosedur lain yang diduga dilanggar adalah tidak adanya sosialisasi yang utuh mengenai ganti-rugi. Fathul menguraikan, selain uang, ganti-rugi lahan bisa berupa lahan dengan ciri-ciri yang sama di lokasi berbeda. Menurutnya, cara seperti ini lebih adil ketimbang memberikan uang lalu abai terhadap masa depan warga.
“Ya, kalau warga mendapatkan tempat yang layak di lokasi baru, kalau tidak bagaimana? Ini sama saja pelanggaran HAM (hak asasi manusia). Dalam UU 39/1999 tentang HAM, tempat tinggal warga menjadi tanggung jawab negara,” urainya.
Fathul mencontohkan kasus sejumlah warga di Kelurahan Manggar, Balikpapan, bisa dialami warga Sepaku. Lahan para warga di Manggar telah dibangun jalan tol Balikpapan-Samarinda. Akan tetapi, sampai sekarang, mereka belum menerima ganti-ruginya. Pemerintah menitipkan uang ganti-rugi lahan di pengadilan. Sementara itu, pengadilan belum menyerahkan uang tersebut kepada warga karena lahan dinilai masih bersengketa dan tumpang-tindih.
Fathul menyarankan, warga Sepaku yang lahannya dipaksa dijual atau ditawar dengan harga murah untuk melapor ke LBH Samrinda. LBH dipastikan memberikan perlindungan hukum. “Melapor ke kami sekarang sudah gampang. Tinggal mengisi formulir pengaduan kasus di tautan ini,” ujarnya.
Camat Sepaku, Waluyo, mengaku belum mendengar kabar warganya menghadapi masalah lahan akibat pembangunan IKN. Mengenai ganti-rugi lahan yang terdampak proyek IKN, ia mengatakan, bukan ditentukan pemerintah. Ada tim independen yang menentukan besaran ganti-rugi lahan tersebut yaitu tim appraisal. Kerja tim ini dipastikan sesuai prosedur.
“Kalau sudah tim itu menentukan harga, berarti dia sudah melakukan kajian-kajian, termasuk menyurvei,” jelasnya.
Waluyo memastikan bahwa kecamatan memberikan pendampingan kepada warga yang menghadapi masalah lahan. Sejumlah petugas Kecamatan Sepaku disebut telah masuk tim satuan tugas pembebasan lahan yang dibentuk pemerintah pusat. Salah satu tugas tim ini adalah membantu penyelesaian masalah warga yang disebabkan pembangunan IKN.
“Misalnya, warga keberatan dengan harga lahan yang ditetapkan, kami akan memfasilitasi untuk mencari solusinya bersama,” tutupnya. (bersambung)