kaltimkece.id Rumah berdinding merah muda dengan luas 100 meter persegi itu sepi sekali. Hanya dua ekor anjing belang hitam-putih yang bermain di beranda. Seluruh jendela dan pintu tertutup rapat. Hunian di balik pagar besi hitam di Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda, tersebut adalah kediaman BR, 55 tahun, dan suaminya, MP.
BR adalah aparatur sipil negara di Kantor Kementerian Agama Samarinda. Ia hilang pada Rabu, 31 Januari 2024. Jenazahnya ditemukan 18 hari kemudian di gudang Apotek Kimia Farma di Jalan Pangeran Hidayatullah pada Ahad, 18 Februari 2024.
"Suaminya sudah tidak pernah terlihat di rumah sejak jenazah mendiang ditemukan," tutur Elizabeth Kombong, 51 tahun, tetangga BR yang ditemui kaltimkece.id pada Sabtu, 6 April 2024.
Elizabeth lantas menceritakan sebuah kejadian sembilan tahun silam atau pada 2015. Saat itu, ia sudah tidak melihat BR selama beberapa hari. "Saya heran karena BR biasanya selalu keluar rumah dan menyapa tetangga setiap hari," tutur Elizabeth yang bekerja untuk sebuah perusahaan kayu di Samarinda Seberang.
Didorong kerisauan, ia pun menghampiri rumah BR yang hanya selemparan batu dari kediamannya. Pintu rumah BR terkunci. Elizabeth lantas melongok ke jendela kamar yang menghadap keluar. BR rupanya sedang berbaring di kamar tidur.
"Saya meminta dia membuka pintu. Dia hanya melambaikan tangan dan mengisyaratkan bahwa pintu kamarnya terkunci," terangnya.
Elizabeth bersama suaminya kemudian menelepon MP, suami BR. Satu jam kemudian, MP pulang dan membuka pintu kamar. BR disebut keluar dengan badan gemetaran. Kepada Elizabeth, MP mengaku telah mengurung istrinya selama beberapa hari.
"Maaf, saya khilaf," tutur MP kepada Elizabeth saat itu.
Kejadian itu berbuntut panjang. Keluarga besar BR meminta MP supaya tidak mengulangi perbuatan tersebut. Mediasi itu juga dihadiri perwakilan Ikatan Keluarga Toraja.
"Benar, kami mendampinginya (BR) dalam kejadian itu," jelas Markus Taruk Allo dari Ikatan Keluarga Toraja Samarinda ketika dihubungi kaltimkece.id.
Peristiwa itu bukan kali terakhir. Marselina Roge, 47 tahun, juga tetangga BR, memberikan kesaksian. Guru taman kanak-kanak itu mengaku, pernah melihat MP memperlakukan istrinya.
Dua pekan sebelum menghilang, tutur Marselina, BR hendak diantar suaminya berangkat kerja. Mendiang mengenakan seragam kerja dan duduk di atas sepeda motor menunggu suaminya. Tanpa sengaja, sepeda motor itu terjatuh. BR terjerembab di dekat parit di halaman rumah.
"Bukannya menolong, MP justru datang marah-marah dan memukul lengan BR," terang Marselina.
Tino Heidel Ampulembang, kuasa hukum keluarga BR, menegaskan bahwa suami BR tidak pernah terlihat sejak penemuan jenazah. Sepeda motor MP hanya ditinggal di rumah. Ketika didatangi di tempat bekerja, sambung Tino, MP ternyata telah mengundurkan diri. Adapun MP, diketahui bekerja sebagai wakar di Jalan Aminah Syukur, tidak jauh dari lokasi gudang apotek tempat jenazah ditemukan.
kaltimkece.id berupaya menemui MP untuk mengonfirmasi keterangan dan tudingan tersebut. Didatangi tiga kali di rumahnya mulai Senin hingga Sabtu, 1-6 April 2024, MP tidak ada di tempat. Reporter kaltimkece.id juga mendatangi bekas tempat kerja MP di Jalan Aminah Syukur.
"Dia sudah tidak bekerja di sini lagi sejak sebelum bulan puasa," terang seorang sekuriti yang meminta namanya tidak disebutkan, Sabtu, 6 April 2024.
Upaya menghubungi nomor telepon MP selama 1-6 April 2024 juga nihil. Gawainya tidak aktif. Menurut informasi, telepon genggam MP telah disita pihak berwajib. MP memang pernah diperiksa Kepolisian Sektor Kota Samarinda Kota pada 7 Februari 2024 atau tujuh hari setelah istrinya menghilang.
Kejanggalan Versi Keluarga Korban
Peristiwa ini bermula pada Rabu, 31 Januari 2024. Waktu itu, BR diantar MP untuk kontrol rutin di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. BR diketahui mengalami masalah kejiwaan.
Kuasa hukum keluarga BR, Tino Heidel Ampulembang, menyampaikan sejumlah kejanggalan mengenai runtun perkara kasus ini. Tino mengatakan, menurut keterangan MP, istrinya mengaku haus ketika sedang mengantre mengambil resep obat di rumah sakit. MP kemudian membeli air mineral di sebuah warung di Jalan Tongkol. Ketika MP kembali, BR sudah hilang.
"Padahal, di dalam rumah sakit ada yang menjual minuman. Kenapa (MP) mesti pergi jauh-jauh?" tanya Tino.
Selanjutnya, masih menurut kuasa hukum, BR terlihat mengambil obat pada pukul 10.44 Wita di rumah sakit. Menurut rekaman kamera pengawas, kata Tino, BR meninggalkan ruangan di dalam rumah sakit pada pukul 11.02 Wita. BR kemudian terlihat lagi di rekaman CCTV di jalan raya pada pukul 11.06 Wita atau empat menit kemudian. Saat itu, BR sudah di halaman Apotek Kimia Farma di Jalan Pangeran Hidayatullah.
Urutan waktu ini menimbulkan pertanyaan bagi Tino. Jarak rumah sakit ke apotek sekitar 900 meter menurut Google Maps. Adapun waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut dengan berjalan kaki normal adalah sekitar 15 menit.
"Korban berusia 55 tahun. Melihat fisiknya, perlu 20 menit lebih untuk sampai di apotek dengan berjalan kaki," kata Tino. "Lagi pula, apa tujuan dia ke apotek tersebut?"
Kasus ini telah menarik perhatian publik. Pada Kamis, 28 Maret 2024, diadakan rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim. dr Rita dari RSJD Atma Husada Mahakam, memberikan keterangan dalam rapat tersebut. Psikiater yang menangani BR tersebut menegaskan, tidak memberikan rujukan obat ke apotek di Jalan Pangeran Hidayatullah.
"Semua obat rujukan hanya dapat dibeli di kawasan RSJD Atma Husada," tegasnya.
dr Rita juga sangsi akan dugaan BR kambuh sehingga pergi meninggalkan rumah sakit begitu saja. Ia menegaskan, kondisi BR cukup stabil dan bisa berkomunikasi dalam pemeriksaan terakhir.
Kejanggalan berikutnya, menurut kuasa hukum keluarga, adalah keberadaan BR selama berhari-hari yang tidak diketahui. BR terakhir kali terlihat pada Rabu, 31 Januari 2024, ketika masuk ke ruang racik obat di Apotek Kimia Farma. Delapan belas hari kemudian, pada 18 Februari 2024, jenazahnya ditemukan di gudang apotek.
Waktu meninggal BR, menurut keterangan kepolisian, diperkirakan pada 13 Februari 2024. Sementara itu, gudang tadi disebut tempat menyimpan barang-barang yang tidak terpakai sehingga jarang dimasuki karyawan.
"Padahal, gudang tersebut berdekatan dengan musala dan kamar mandi yang dipakai oleh umum. Apakah selama beberapa hari itu, bau jenazah tidak tercium?" tanya Tino.
Sumber kaltimkece.id yang seorang relawan memberikan informasi. Ketika ia datang untuk membawa jenazah, bau tak sedap sudah menyeruak dari musala dekat gudang. Ia bahkan memakai tiga lapis masker yang ditetesi minyak kayu putih untuk mengurangi penciumannya.
Kejanggalan selanjutnya disampaikan sepupu BR, Alfrida Yusuf. Menurutnya, ada yang harus diperhatikan dari hipotesis yang menyatakan bahwa BR sempat tinggal di gudang tersebut selama 13 hari (mulai hilang hingga meninggal). Alfrida mengatakan, BR biasanya bernyanyi atau berdoa dengan keras ketika gangguannya kambuh.
"Aneh jika itu tidak terdengar," duganya.
Dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim pekan lalu, keluarga BR dan kuasa hukum mempertanyakan keberadaan MP. Suami BR bahkan disebut tidak hadir dalam doa bersama saat 40 hari meninggalnya mendiang. Tino selaku kuasa hukum meminta kepolisian menelusuri kecurigaan-kecurigaan ini agar tidak menjadi dugaan liar.
Kepala Kepolisian Resor Kota Samarinda, Komisaris Besar Polisi Ary Fadli, menegaskan bahwa kasus ini terus diusut. Menurutnya, apotek telah menyerahkan rekaman CCTV. Rekaman tersebut dikirim ke laboratorium forensik di Surabaya untuk diteliti.
"Setelah proses itu selesai, kami akan gelar perkara," tegas Kombes Pol Ary Fadli.
Kapolresta menjelaskan bahwa memori rekaman CCTV sebesar 1 terabyte. Rekaman akan terhapus otomatis saban dua pekan sekali. Walaupun demikian, untuk memastikan semuanya, Kombes Pol Ary Fadli meminta untuk menunggu hasil pemeriksaan forensik.
Gelar Aksi Damai
Keluarga BR beserta ratusan anggota Ikatan Keluarga Toraja Samarinda mengadakan aksi di depan Markas Polresta Samarinda, Senin, 8 April 2023, pukul 15.00 Wita. Mereka meminta kepolisian segera menuntaskan kasus ini.
Gedzbal Patasik selaku koordinator aksi menyebutkan empat tuntutan. Pertama, meminta kepolisian membuka sejelas-jelasnya hasil pemeriksaan CCTV dan hasil autopsi. Kedua, meminta kepolisian mendalami berbagai kejanggalan dan segera menemukan pelakunya. Ketiga, meminta kepolisian memindahkan gelar perkara yang sedianya digelar di Polda Kaltim, Balikpapan, ke Samarinda.
"Keempat, keluarga meminta Mabes Polri membentuk tim investigasi menyelesaikan perkara ini," kata Gedzbal.
Wakil Kepala Polresta Samarinda, Ajun Komisaris Besar Polisi Eko Budiarto, menemui peserta aksi sore itu. AKBP Eko mengatakan, gelar perkara akan dilakukan selepas Idulfitri.
"Sesuai kesepakatan saat rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim beberapa waktu lalu, gelar perkara di Polda Kaltim," jelas AKBP Eko di hadapan ratusan peserta aksi damai.
Baca juga: Misteri 13 Hari Terakhir Perempuan yang Ditemukan Meninggal di Gudang Apotek
Ia melanjutkan bahwa kasus ini sudah ditangani Polda Kaltim sehingga gelar perkara tidak bisa dilakukan di Polresta Samarinda. Eko berharap kerja sama dari keluarga korban untuk terus mendukung kepolisian menyelesaikan kasus tersebut. (*)
Dilengkapi oleh: La Hamsah