kaltimkece.id Perguruan tinggi terbesar di Kalimantan Timur menerima hadiah pahit. Sebulan menjelang perayaan ulang tahunnya, Universitas Mulawarman dinyatakan turun peringkat. Posisi lembaga pendidikan tinggi yang berdiri pada 27 September 1962 itu anjlok dalam klasterisasi perguruan tinggi nonvokasi. Dari daftar 100 universitas, institut, dan sekolah tinggi terbaik di Indonesia, Unmul menempati urutan ke-65.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, atau Kemenristekdikti, mengumumkan pemeringkatan tersebut pada 17 Agustus 2018. Daftar peringkat disampaikan di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Banten. Dengan duduk di posisi 65, Unmul telah mengalami penurunan peringkat selama dua tahun berturut-turut. Pada 2016, universitas yang berkedudukan di Samarinda ini masih bercokol di posisi 48. Tahun lalu, pada 2017, peringkat Unmul melorot ke urutan 52.
Sesuai lampiran pemeringkatan Kemenristekdikti yang diterima kaltimkece.id, posisi pertama dari daftar 100 universitas terbaik Indonesia adalah Institut Teknologi Bandung. Universitas Gadjah Mada menyusul di posisi runner up. Sementara peringkat ketiga diraih Institut Pertanian Bogor (Kemenristekdikti Umumkan Peringkat 100 Besar Perguruan Tinggi Indonesia Non-Vokasi, artikel resmi, 2018).
Unmul segera angkat bicara menyikapi rapor tersebut. Wakil Rektor IV Unmul, Bohari Yusuf, menyatakan bahwa penurunan 13 peringkat bukan berarti kualitas universitas ikut melorot. Sebagai penentu pemeringkatan, skor Unmul relatif stabil selama tiga tahun terakhir. Posisi Unmul terjun karena perguruan tinggi yang lain, terutama dari Pulau Jawa, mulai mementingkan klasterisasi dari Kemenristekdikti. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka berlomba menaikkan peringkat.
“Skor mereka (sejumlah perguruan tinggi di Pulau Jawa) meningkat tajam. Kebanyakan adalah perguruan tinggi swasta,” jelas Bohari kepada kaltimkece.id.
Wakil rektor bidang pengembangan, kerja sama, dan hubungan masyarakat, itu, mengungkapkan bahwa 15 perguruan tinggi swasta tiba-tiba mengincar peringkat. Bohari menyebutkan beberapa di antaranya, seperti, Universitas Telkom Bandung, Unika Atma Jaya Jakarta, Universitas Muhammadiyah Solo, Universitas Gunadarma, Trisakti, dan Universitas Tarumanagara. Beberapa universitas juga mendapat promosi seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang melejit ke posisi 42. Ada pula Universitas Ahmad Dahlan, kini, di posisi 58. Kedua universitas itu sebelumnya bahkan tidak masuk daftar 100 perguruan tinggi terbaik versi Kemenristekdikti.
Meski demikian, Unmul tak menutup mata. Bohari menjelaskan, universitas sedang membedah satu per satu kelemahan. Dalam penentuan peringkat, Kemenristekdikti menetapkan lima parameter. Penilaian meliputi sumber daya manusia, kelembagaan, produktivitas mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan inovasi.
Beberapa kelemahan Unmul disebut telah diidentifikasi. Pendataan mahasiswa adalah salah satunya. Data mahasiswa Unmul yang tercatat di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi hanya 17 ribu. Padahal, jumlah mahasiswa Unmul sebenarnya 36 ribu orang. “Berarti, ada yang keliru di internal kami,” aku Bohari.
Kembali ke penurunan peringkat, posisi Unmul melorot tak berselang lama setelah meraih predikat akreditasi A pada 2017. Meski demikian, Bohari menolak jika keduanya disebut berhubungan. Akreditasi dinilai oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT. “Sementara klasterisasi dikeluarkan kementerian,” tegasnya.
Pernyataan itu berbeda dengan pengumuman Kemenristekdikti. Seperti dimuat laman resminya, ristekdikti.go.id, penilaian kualitas kelembagaan mencakup akreditasi institusi dan program studi. Begitu pula jumlah program studi yang terakreditasi internasional, jumlah mahasiswa asing, serta kerja sama perguruan tinggi, turut menjadi bagian dalam penilaian.
Lemahnya Inovasi
Menyeimbangkan keterangan Unmul, kaltimkece.id mewawancarai Jawatir Pardosi, seorang asesor BAN-PT. Jawatir mengatakan, perguruan tinggi seharusnya siap menerima hasil pemeringkatan yang diumumkan Kemenristekdikti. “Bahwa klasterisasi itu resmi, objektif, dan sahih,” terang pria yang tercatat sebagai dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unmul, tersebut.
Dalam kalimat lain, Jawatir menyatakan, Unmul semestinya berlapang dada. Menurutnya, penambahan aspek penilaian yakni inovasi teknologi berimbas terhadap peringkat Unmul. Inovasi mahasiswa maupun dosen Unmul dianggap masih lemah. Di sisi yang sama, inovasi dinilai dari adanya produk atau penelitian Unmul yang menjadi rujukan masyarakat. Itulah jawaban mengapa ITB, UGM, dan IPB, di tiga teratas universitas terbaik se-Indonesia.
“Ketiga perguruan tinggi itu banyak menelurkan produk dan penelitian yang bisa dirasakan masyarakat,” terangnya.
Jawatir menyatakan, meskipun banyak kegiatan di Unmul, aktivitas itu nyatanya tak banyak menelurkan produk. “Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah penandatanganan nota kesepahaman,” ungkapnya. Tanpa tindak lanjut, penandatanganan hanya menjadi pintu masuk untuk hal yang lebih besar. Atas semuanya itu, Jawatir menaruh harapan kepada rektor terpilih nanti. Rektor mesti mengevaluasi dan menelurkan kebijakan strategis berbasis aspek penilaian klasterisasi. Bila tidak demikian, misi Kampus Hijau menjadi world class university bakal sulit digapai. (*)
Editor: Fel GM