kaltimkece.id Sudah dua hari ini rumah Ayu di Perumahan Griya Mukti Sejahtera, Jalan PM Noor, Sungai Pinang, terendam banjir. Ia pun terpaksa mengungsi ke loteng rumah kerabatnya yang berlantai dua. Rumahnya mau tak mau ia tinggalkan sementara.
"Banjirnya sampai sepinggang, ini saja sudah mulai surut, kemarin lebih parah lagi," keluhnya, saat ditemui kaltimkece.id, Kamis, 30 Januari 2025.
Ayu juga mengeluhkan gatal-gatal yang mulai terasa di kulit dampak banjir itu. Apalagi, dirinya beberapa kali mesti keluar berbelanja keperluan rumah. Dapur umum yang dibangun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, ia sebut masih belum mencukupi.
"Alhamdulillah ada bantuan makanan, tapi mohon bantuannya berupa sembako," harapnya.
Kompleks yang Ayu tinggali itu dikunjungi Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Kamis, 30 Januari 2025. Wali kota datang ke tiga titik banjir setelah konferensi pers di Balai Kota. Selain Griya Mukti, Andi Harun meninjau Jalan PM Noor dan Jalan Pemuda.
Luas terdampak banjir sebenarnya sudah cukup jauh berkurang. Andi Harun membandingkan wilayah terdampak banjir yang tadinya 482 hektare saat banjir besar pada 2022, kini menyusut menjadi 314 hektare di pengujung Januari 2025.
"Berkurang sebanyak 158 hektare atau sekitar 34 persen," ucapnya.
Meskipun begitu, Andi Harun mengakui banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Apalagi mengingat kondisi alam di Samarinda yang pada dasarnya memiliki banyak anak sungai. Kalkulasi yang ia dapat dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV, anggaran yang harus dikucurkan untuk menangani keseluruhan anak sungai mencapai Rp900 miliar.
"Itu belum termasuk ongkos pembebasan lahan," jelasnya.
Pembebasan lahan pun disebut pekerjaan yang tak bisa selesai sehari dua hari. Namun, ia memastikan akan mengganti rugi hunian warga yang terpaksa berpindah tempat tinggal untuk menormalisasi sungai. Baik yang memiliki sertifikat lahan maupun tidak.
"Karena mereka adalah warga kita juga yang status ekonominya menengah ke bawah. Jadi mesti ada empati," sebutnya.
Pemkot Samarinda lebih menitikberatkan kepada ganti rugi berupa uang. Opsi relokasi ia nilai cukup berat mengingat mesti disiapkan hunian baru terlebih dahulu yang akan memakan waktu lebih lama. "Berbeda dengan di kota-kota besar, warga kita belum terbiasa tinggal di rumah susun. Ini terkait budaya juga," ungkapnya.
Sebab lain, sebut dia, terdapat bukaan lahan yang cukup luas di berbagai tempat dilihat dari citra satelit. Beberapa yang terdeteksi seperti di Jalan Ir Juanda dan Loa Bakung, belum diketahui tujuan pembukaan lahan.
"Apakah perumahan (ilegal) atau apa, kami belum tahu. Jika diperlukan, kami akan berkolaborasi dengan Polresta Samarinda dan Kejaksaan Negeri Samarinda untuk penindakan secara hukum," tegasnya.
Pria yang kembali terpilih menjadi wali kota Samarinda itu menyebutkan, Pemkot Samarinda telah berupaya mengantisipasi banjir dengan menambah kolam retensi atau penampungan hujan. Lokasinya antara lain di Sungai Pampang dan Sungai Siring. Namun, pekerjaan itu masih terkendala pembebasan lahan.
"Dari total 15 hektare yang dibutuhkan, pembangunan kolam hanya bisa dilakukan di tujuh hingga delapan hektare yang sudah dibebaskan," ucapnya.
Dengan belum tercapainya target itu, Andi Harun menyebut bahwa banjir merupakan pekerjaan rumah bersama. Kerja Pemkot Samarinda, Pemprov Kaltim, serta BWS Kalimantan IV Samarinda, mesti terjalin. Apalagi, anggaran yang dibutuhkan tidak sedikit.
Baca juga: Sebab-Sebab Banjir Muncul Lagi meski Sudah Bangun Drainase di Mana-Mana
Kepala BWS Kalimantan IV Samarinda, Yosiandi Radi Wicaksono mengamini itu. Terdapat pemotongan anggaran belanja pemerintah sebesar Rp300 triliun oleh Presiden Prabowo Subianto. BWS Kalimantan IV yang merupakan institusi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mau tak mau ikut terdampak.
"Masih akan refocusing, sehingga nanti kami akan usulkan program-program untuk dianggarkan," sebutnya. Detail refocusing anggaran masih menunggu pengumuman Sri Mulyani awal tahun ini.
Dengan pengetatan anggaran, Yosiandi menyebutkan, nota kesepahaman dengan Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim menjadi jalan keluar agar pengeluaran anggaran dapat saling menutupi. Sebagai informasi, Pemprov Kaltim telah memberikan bantuan keuangan sebesar Rp15 miliar untuk penanganan banjir.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi, menyebutkan Pemkot Samarinda mesti menaruh skala prioritas. Pembangunan yang memakan anggaran besar seperti terowongan di Sambutan, sebaiknya dialihkan untuk penangan banjir selama beberapa tahun ke depan. Megaproyek tersebut sejauh ini sudah memakan anggaran sebesar Rp395 miliar ditambah bantuan Rp20 miliar dari Pemprov Kaltim.
Ia pun mengingatkan agar Andi Harun tidak mengulangi pemborosan yang dilakukan pemerintahan periode-periode sebelumnya dalam mengatasi banjir. Ia mencontohkan studi banding bekas Wali Kota Samarinda Achmad Amins ke Belanda dan Sjaharie Jaang ke Jerman, yang dinilainya tak menghasilkan apapun untuk mengatasi banjir.
"Harus ditetapkan prioritas, karena ini sudah penyakit menahun," tegasnya. (*)