kaltimkece.id Jawaban nyeleneh kerap terlontar dari mulut Gubernur Kaltim Isran Noor. Terutama saat menanggapi sejumlah permasalahan yang dipertanyakan awak media.
Baru-baru ini, pernyataan nyeleneh kembali dilontarkan mantan Bupati Kutai Timur tersebut. Diutarakan Isran setelah menghadiri Peringatan Hari Keluarga Nasional XXVI tingkat Kaltim di Taman Budaya Sendawar, Kutai Barat.
Dalam video berdurasi satu menit yang tersebar di media sosial, Isran sambil berjalan ditanya wartawan terkait pelantikan Abdullah Sani sebagai Sekprov Kaltim. Seperti diketahui, Sani dilantik Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, di Jakarta pada Selasa, 16 Juli 2019. Ditetapkan sebagai sekprov melalui Keppres 133/TPA Tahun 2018 tertanggal 2 November 2018.
Dalam cuplikan tersebut, Isran tampak enggan memberikan pernyataan. Setelah terus diberi pertanyaan, Isran malah menanya balik. Meminta penjelasan apa yang dimaksud sekretaris daerah atau sekretaris provinsi. "Apa itu Sekda? Sekda itu apa?" sebut Isran.
Gubernur tetap menolak menjawab setelah dijelaskan lebih rinci. Menyebut kabar tersebut baru diketahui dari si wartawan. Meskipun turut jadi pemberitaan media nasional, Isran ngotot tidak tahu. Menyebut tak membaca berita dengan gaya jawaban absurd. “Aku buta huruf. Aku enggak bisa baca," ucap Isran yang bergelar doktor.
Penetapan Sekprov Kaltim memang sempat menjadi drama panjang. Isran enggan melantik Abdullah Sani yang telah ditunjuk Mendagri sesuai keputusan Presiden RI Joko Widodo. Setelah lebih setengah tahun ditetapkan, Mendagri sendiri akhirnya melantik Sani.
Abdullah Sani yang dikonfirmasi kaltimkece.id mengaku belum bertemu Gubernur sejak resmi menjabat Sekprov. Ia memilih tak berkomentar atas klaim Isran yang tak tahu-menahu soal pelantikannya. "Saya belum ketemu Gubernur. No comment," singkatnya saat dihubungi Kamis sore, 18 Juli 2019.
Bukan yang Pertama
Gaya nyeleneh Isran menjawab persoalan memang sudah sering terjadi. Tak jarang memancing reaksi para warganet. Yang cukup mencolok adalah pernyataan kepada awak media pada 24 Oktober 2018. Di hadapan juru warta di Samarinda, Isran memberi tanggapan soal korban tewas ke-30 di lubang tambang yang saat itu jatuh di Kutai Kartanegara.
"Oh, enggak masalah. Nasibnya kasihan. Ikut prihatin. Pastilah ikut prihatin. Korban jiwa itu di mana-mana terjadi. Ya namanya nasibnya dia, meninggalnya di kolam tambang. Kan gitu. Gitu aja, prihatin," sebut Isran.
Pada 1 Desember 2018, Gubernur kembali disorot setelah menanggapi peristiwa longsor di Kampung Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara. Dalam kejadian yang meruntuhkan enam rumah, Isran dengan yakin mengklaim, bukan disebabkan aktivitas tambang batu bara. “Jaraknya (aktivitas tambang) jauh. 200 meter. Jauh,” sebutnya.
Isran Noor juga diwawancara harian Kompas soal korban jiwa di lubang tambang sejak 2011 hingga 2018 yang menelan 32 nyawa, sebagian besar anak-anak. Sang Gubernur kembali menjawab dengan nyeleneh. “Heran juga aku. Jangan-jangan ada hantunya. Kok, banyak korban anak-anak.”
Sikap Isran kembali jadi perhatian pulbik saat tak tampak batang hidungnya ketika banjir besar melanda Samarinda pada pekan pertama Juni 2019. Ia beralasan tak ingin disebut pencitraan. "Saya lebih memilih berkoordinasi kepada semua pihak berwenang," ucapnya, Senin siang, 10 Juni 2019. Setelah ramai mendapat respons warganet, Isran tampak turun meninjau langsung keesokannya.
Tak sampai di situ, saat praktik tambang ilegal terkuak di Jalan Banggeris, RT 5, Kelurahan Tuluk Lerong Ulu, Kecamatan Samarinda Ulu, Isran juga menanggapi dengan santai. Bahkan disebut hal biasa. "Kenapa memang dia (tambang)? Biasa saja kok. Tambang itu biasa," ucap Isran kepada awak media, Kamis, 20 Juni 2019.
"Kamu kan bicara dampak, ya, dampaknya kamu jangan tanya ke saya. Kecuali dia ilegal," tambah Isran yang terburu-buru meninggalkan awak media.
Bukan Cerminan Pejabat Publik
Menurut Ayunda Ramadhani, psikolog sekaligus dosen program studi psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, pernyataan Isran yang nyeleneh berisiko buruk. Jawaban asal-asalan akan menjatuhkan citra kepala daerah yang dipilih atau didukung masyarakat.
"Pejabat yang sudah dipilih publik, seharusnya membangun citra positif. Bukan saya menjelekan Gubernur. Tapi sebagai rakyat biasa, ketika kami memiliki pemimpin seperti itu, kami merasa seharusnya tidak begitu," sebutnya.
Menurut Ayunda, ada dua kemungkinan alasan Isran gemar dengan jawaban absurd. Pertama, karena merasa lawan bicaranya tak paham masalah. Maka direspons dengan tak acuh lewat pernyataan nyelenehnya. Kedua, bisa jadi Isran yang tak menganggap masalah tersebut begitu serius. Merasa tak memiliki kepentingan untuk menjelaskan.
"Atau bisa saja posisi beliau tak acuh karena mau menghadiri suatu acara sehingga tidak fokus. Tapi, lagi-lagi dalam mengahadapi wartawan yang dalam hal ini sebagai penyampai berita kepada publik, seharusnya tidak mengeluarkan penyataan seperti itu," ucapnya.
Meski demikian, Ayunda tak menutup kemungkinan gaya kepemimpinan Isran memang nyeleneh dan blak-blakan dalam menjawab persoalan. Karakter begini bisa saja sudah lama terbentuk. Dan Ayunda telah mengamati ketika Isran masih menjadi calon gubernur.
"Mulai dari Beliau bertarung di Pilkada Kaltim saat debat di televisi, memang terkesan Beliau jika berbicara blak-blakan," ucapnya.
Walau begitu, sebagai pejabat publik, Gubernur perlu memerhatikan dan mempertimbangkan segala ucapan dan tindakan. Penting untuk mengukur cara berperilaku yang ditampilkan ke publik. Menghindari asumsi negatif di masyarakat. "Boleh blak-blakan tapi dalam konteks situasi yang sebenarnya," kata Ayunda.
"Terlepas dari karakter atau Beliau yang mungkin memang tidak suka dengan wartawan, seharusnya sebagai pejabat publik bisa menilai situasi bahwa wartawan merupakan pemberi informasi kepada masyarakat atas kinerja pemimpin yang dipilih," tambahnya.
Gaya Politik Berisiko
Pengamat politik, Jauhar Barlian, menilai sikap Isran soal pelantikan Sekprov Kaltim banyak menyiratkan penolakan. Bentuk penolakan dilontarkan dengan narasi buta huruf. Gaya nyeleneh diperbuat untuk memancing respons pemerintah pusat.
"Setiap politisi memiliki gaya politik berbeda. Bisa kita lihat bahwa karena Pak Isran bagian dari lawan politik pemerintah pusat saat ini, mau tidak mau dia mencari perhatian pusat dulu dong sekarang," ucapnya.
Isran disebut ingin menunjukan gaya kepemimpinan sesuai visi misi yang diusungnya sebagai Gubernur. Berdaulat dalam artian mengendalikan kepemimpinan menurut kewenangannya. "Berani untuk berdaulat. Meskipun berdaulat itu tanda petik, bukan berdaulat dalam artian punya kewenangan, kebebasan, melebihi pemerintah pusat," kata Jauhar.
Menurut Jauhar, berdaulat yang dimaksud, lebih ideal jika ditujukan kepada kebijakan terhadap konstituen. Sedangkan berani, perlu ditunjukan dalam bersikap. Termasuk memiliki ketegasan saat memberikan pernyataan sebagai seorang pemimpin.
Dari pandangan Jauhar, keengganan Isran melantik Abdullah Sani, dilihat dari cara berpolitiknya, dipicu keinginan memiliki seorang tangan kanan seusai kriteria. Sosok yang dapat menjalankan visi misinya sebagai gubernur. Maka langkah tak melantik Sani, merupakan perlawanan kepada pemerintah pusat.
Hanya saja, dalam hal ini, Jauhar menilai Isran tetap membutuhkan argumentasi ilmiah sesuai hukum berlaku. Tidak dengan memberikan pernyataan nyeleneh. "Bila terus dengan gaya kepemimpinan seperti sekarang, dengan gaya nyeleneh yang banyak istilahnya itu, saya yakin akan ada keterkaitan hukum yang kemudian diungkit. Itu bisa sangat berbahaya bagi Isran," tutup Jauhar. (*)
Editor: Bobby Lolowang