kaltimkece.id Sogok sana dan sini. Begitulah tuduhan mantan Gubernur Kaltim dua periode dari 2008–2018 Awang Faroek Ishak terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu Abdullah Sani. Pejabat tersebut diklaim Faroek berupaya memberikan uang senilai USD 300 ribu kepada Gubernur Kaltim saat ini, Isran Noor. Uang sebesar itu bertujuan memuluskan pencalonan sebagai Sekretaris Provinsi atau Sekprov.
“Tapi Isran menolak. Isran bilang uang saya lebih banyak daripada kamu, enggak perlu saya kamu berikan uang,” kata Awang Faroek kepada beberapa awak media di Samarinda, Sabtu, 19 Januari 2019.
Meski demikian, menurut Faroek, Isran seharusnya menahan uang setara Rp 4,27 miliar tersebut—merujuk dolar Amerika Serikat per 21 Januari 2019 sebesar Rp 14.243,55. Uang tersebut bisa menjadi barang bukti untuk dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Dikatakan politisi Nasional Demokrat itu, seleksi Sekprov seharusnya selesai saat dirinya masih menjabat. Ada tiga nama terpilih saat itu. Yakni Asisten I Sekprov Kaltim M Sabani, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kaltim M Aswin, serta Kepala DPMTSP Abdullah Sani.
Dari tiga nama lolos seleksi, masih kata Faroek, ia dan jajarannya saat itu mengirimkan kepada Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri. Namun, Sani dituduh melakukan sogok sana dan sini di level pemerintah pusat. Dengan demikian, namanya muncul sebagai Sekprov terpilih.
“Tapi saya tidak mau dan mengirim surat kepada Presiden melalui Mendagri untuk meninjau kembali putusan tersebut. Karena jelas-jelas ada praktik gratifikasi dalam prosesnya,” sebut Faroek.
Tak berhenti pada penjelasan tersebut, Faroek meminta seorang ajudannya membacakan surat pengaduan yang ia telah kirim kepada lembaga anti rasuah melalui surat elektronik. Berikut petikan surat yang dibacakan ajudan Faroek.
“Gubernur Kaltim Isran Noor menolak gratifikasi sebesar 300 ribu dollar dari salah satu calon Sekretaris Daerah Katim yang juga menjabat DPMTSP Kaltim. Sangat disayangkan Gubernur tidak menahan uang yang akan diberikan tetap maksudnya jelas adalah gratifikasi untuk dilantik sebagai Sekretaris Daerah. Gubernur Kaltim membuat surat kepada presiden melalui Mendagri menolak pengangkatan tersebut karena menyalahi seleksi yang telah dilakukan secara terbuka. Umum mengetahui yang lolos dan diusulkan adalah Drs Sabani Assiten I Sekretaris Daerah yang telah memenuhi hasil seleksi dan pengangkatan Esselon I berdasarkan undang-undang ASN.
Demikian informasi yang diberikan dan KPK dapat menyelidikinya dan mengecek langsung kepada Mendagri. Jelas sekali money politic tingkat daerah dan tingkat pusat. Demikian surat laporan ini sebagai sumbangsih kami untuk mewujudkan pemerintah bersih dan berwibawa di era reformasi sekarang ini. Terima kasih kepada presiden, kepada Mendagri kami lampirkan bersama surat ini. Mohon apabila surat ini sudah diterima berikan kami bukti bahwa email ini telah diterima.”
Setelah dibacakan, Faroek meminta kembali surat balasan yang ia sebut dari KPK, kembali dibacakan. Berikut petikannya.
“Yang terhormat saudara pelapor terima kasih atas pengaduan yang saudara sampaikan. Dapat kami sampaikan bahwa agar pengaduan saudara dapat kami tindak lanjuti. Mohon bantuan saudara untuk menjelaskan informasi sebagai berikut.
Pertama, siapa pihak yang terlibat (pemberi dan penerima, termasuk nama dan jabatan). Kedua, kronologis peristiwa tersebut terjadi (penjelasan waktu dan tempat terjadinya peristiwa). Ketiga, bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Empat, bukti permulaan dokumen, foto, video rekaman yang menunjukkan peristiwa tersebut terjadi. Demikian dapat kami sampaikan. Salam. Ratifikasi KPK.”
Media ini mengonfirmasi pengakuan tersebut kepada Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui sambungan telepon seluler dan juga mengirim pesan singkat. Namun, hingga berita ini dimuat, Febri belum memberikan tanggapan.
Lantas, bagaimana dengan tertuduh? Abdullah Sani saat dihubungi enggan mengangkat telepon jurnalis kaltimkece.id. Demikian pula saat dikirimi pesan singkat. Sani baru membalas permintaan konfirmasi melalui aplikasi perpesanan WhatsApp.“Tq (thank you) no comment,” tulis Sani, Senin 21 Januari 2019.
Isran Noor yang ditemui di Kegubernuran Kaltim enggan berkomentar banyak. Bagi Isran, ia tidak perlu memberikan tanggapan atas pernyataan Awang Faroek yang sudah beredar.
“Justru karena sudah beredar itu, rasanya tidak perlu aku tanggapi. Bagaimana ceritanya? Enggak ada itu (USD 300 ribu),” kata Isran Noor.
Pernah Mesra
Abdullah Sani disebut sebagai pejabat yang dekat dengan Awang Faroek. Ketika masih menjabat kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kaltim, Sani sempat bersitegang dengan sekretaris provinsi saat itu, Rusmadi. Sani bahkan mengajukan pengunduran diri. Surat pengunduran dirinya tersebar.
Masalah keberadaan Lembaga Penyediaan Sistem Elektronik (LPSE) disebut sebagai pangkal masalah. LPSE sebelumnya di bawah Diskominfo. Namun, sesuai Peraturan Pemerintah 18/2016 yang ditindaklanjuti Peraturan Gubernur 51/2016, LPSE dipindah ke Biro Administrasi Pembangunan. Biro ini langsung di bawah sekprov.
Sempat terjadi tahan-menahan, sekprov mengeluarkan surat teguran kepada Sani selaku kepala Diskominfo. Hal itu disebut berujung surat pengunduran diri Sani yang ditujukan kepada Gubernur Awang Faroek. Namun, akhirnya, Sani tidak menjadi mundur.
Pada pengujung masa jabatan Awang Faroek, Sani dimutasi ke posisi penting, sebagai kepala DPMTSP Kaltim. Dinas ini sangat strategis karena berwenang atas segala perizinan di tingkat provinsi. Termasuk izin usaha pertambangan yang setelah Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangannya di tangan provinsi. (*)
Dilengkapi oleh: Fel GM
Editor: Bobby Lolowang