kaltimkece.id Pemilik karya logo AA yang mirip dengan logo Magnificent Samarinda, George Bokhua, telah mengonfirmasi polemik dugaan plagiat. Melalui surat elektronik kepada redaksi kaltimkece.id, desainer berusia 40 tahun itu menyatakan, karyanya telah dicuri.
“Hello, it’s a theft. Thanks,” demikian balasan Bokhua yang diterima pada Kamis, 31 Januari 2019, pukul 18.59 Wita. Jika diterjemahkan, Bokhua berkata, “Halo, (pembuatan logo Magnificent Samarinda) itu adalah pencurian. Terima kasih.”
George Bokhua yang berdomisili di New York, Amerika Serikat, diketahui telah melansir logo berjudul AA Bridge sejak November 2015. Karyanya persis dengan variasi aksara A, M, dan A dari Magnificent Samarinda. Keduanya hanya berbeda dalam warna. Mengutip situs pribadinya, Bokhua adalah perancang grafis dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Bokhua telah menyediakan jasa bagi sejumlah perusahaan besar seperti Disney, New Balance, NFL, dan Wired Magazine.
Untuk sikap Pemkot Samarinda selanjutnya, kaltimkece.id kembali menemui Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Samarinda, Asli Nuryadin, Kamis, 31 Januari 2019. Asli menyatakan sudah menerima konfirmasi dari Citiasia, konsultan pemenang lelang yang membuat logo dan masterplan smart city serta cetak biru city branding Samarinda. Cityasia disebut bertanggung jawab atas kegaduhan tersebut.
Namun demikian, Asli tak menyebutkan dengan detail bentuk tanggung jawab tadi. Asli hanya mengatakan, Citiasia akan mengadakan jumpa pers untuk menjelaskan kemiripan logo branding Magnificent Samarinda dengan karya George Bokhua.
"Mereka yang bertanggung jawab. Kalau saya yang ditanya, saya tidak mengerti kenapa bisa terjadi kemiripan. Kami (Pemkot) hanya pemakai. Kalau kami mengerti, ngapain kami lelang," ucap Asli. Ia mengakui, Pemkot Samarinda khilaf memilih logo branding Samarinda tanpa melibatkan masyarakat. Semisal, mengadakan polling untuk memilih logo.
Asli menjelaskan bahwa pada awalnya Pemkot Samarinda diberi tiga opsi logo branding dari Citiasia. Namun, karena waktu yang mepet dengan peluncuran branding Samarinda pada 21 Januari 2019, keputusan segera diambil. Logo ditunjuk langsung oleh Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang.
"Tapi hasilnya, ya, begitu. Mohon maaf. Salah kami tidak melibatkan masyarakat," ulang Asli.
Mengenai usulan sayembara pembuatan logo branding, Asli juga memberi penjelasan. Logo branding masuk satu paket masterplan smart city yang dikerjakan Citiasia. Jika disayembarakan, dokumen dan kajiannya mesti berbeda dengan yang sudah dilelang.
Suara Dewan
Ramainya dugaan plagiat logo branding Magnificent Samarinda mendapat perhatian Ketua DPRD Samarinda, Alphad Syarif. Ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 31 Januari 2019, Alphad mengakui ada kemiripan yang sangat mencolok. Menurutnya, plagiat hanya bisa dibantahkan dari segi warna.
"Punya kita berwarna, dia (karya Bokhua) tidak ada warna. Memang sama, serupa tapi tak sama," ucap Alphad, memberi tanggapan. Ia menyayangkan konsultan tidak serius mendesain logo branding kota. Kemiripan logo telah membuat masyarakat Samarinda kecewa, termasuk dirinya. Alphad menegaskan, bila terbukti plagiat, konsultan harus menerima sanksi hukum.
"Konsultan tidak boleh mengambil hak paten seseorang. Kalau memang benar mereka mencuri, ada sanksi hukumnya. Ada konsekuensi hukum yang harus dilakukan," tegasnya. Alphad juga menyoroti kemungkinan Pemkot Samarinda telah kecolongan. Apalagi dana ratusan juta rupiah telah digelontorkan untuk masterplan dan cetak biru city branding Samarinda. Dia meminta Pemkot Samarinda segera mengatasi polemik ini.
"Seharusnya masyarakat dilibatkan. Mungkin ada yang lebih bagus (membuat logo) dan efisien serta bermanfaat. Jika ada polling untuk memilih logo, saya juga beri apresiasi," kuncinya.
Wakil Ketua DPRD Samarinda, Siswadi, satu suara. Menurutnya, kesan plagiat dari logo branding Samarinda Magnificent sangat nampak. "Secara dasar memang ada kemiripan. Tapi setelah itu ada polesan warna. Kalau dibilang menjiplak, orang seni pasti paham dan bisa menjawab itu," terangnya. Politikus PDI Perjuangan ini berharap George Bokhua mengeluarkan somasi dan menuntut konsultan.
Siswadi juga menunggu pertanggungjawaban dari konsultan yang menurutnya telah merugikan warga Samarinda. Branding Samarinda yang terindikasi plagiat tentu mencoreng nama kota. "Kalau masyarakat tidak menghendaki itu, apa sih susahnya diubah," saran dia.
Siswadi menyayangkan langkah Pemkot Samarinda yang mengambil keputusan sendiri memilih logo branding. Tanpa proses polling melibatkan warga Samarinda. Semestinya, lanjut dia, karya dipublikasikan sebelum ditentukan. "Bahwasanya dipilih salah satu di antara tiga logo, masak cuma kayak gitu aja? Pak Wali Kota, saya yakin, dia juga bukan orang desain. Dia tidak ahli dalam bidang ini. Jangan asal comot dipilih yang itu, asal iya saja," ucapnya. Siswadi meminta, pemilihan logo melibatkan kreator, seniman, desainer visual, bahkan sejarawan Samarinda. (*)
Editor: Fel GM