kaltimkece.id Keputusan memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa yang dibuat Presiden Joko Widodo tidak diambil begitu saja. Selama empat tahun belakangan, pemerintah pusat telah mengkaji sejumlah daerah yang paling tepat dijadikan ibu kota negara. Kalimantan Timur menjadi kandidat terkuat.
Adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang membuat kajian awal pemindahan ibu kota negara. Sejak 2015, Bappenas mengkaji lima daerah yang dianggap cocok sebagai ibu kota. Lima wilayah tersebar di Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selepas melewati kajian awal pada 2017, opsi ibu kota negara mengerucut menjadi tiga. Di wilayah timur Sumatra, bagian tengah dan timur Kalimantan, dan bagian barat Sulawesi. Tim Bappenas kemudian mendatangi wilayah-wilayah tersebut untuk memperdalam kajian mereka. Di setiap daerah, Bappenas bertemu dengan pemerintah dan akademisi setempat.
Untuk Kaltim, menurut informasi yang diterima kaltimkece.id, Bappenas mengadakan pertemuan di Balikpapan. Pertemuan resmi itu berlangsung pagi hari pada Desember 2018 silam di Hotel Astara, kawasan Balikpapan Super Block. Hadir beberapa akademisi dari Universitas Mulawarman serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dari Pemprov Kaltim, Pemkab Penajam Paser Utara (PPU), dan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar). Dari sinilah diketahui perkiraan lokasi ibu kota negara yang masuk pertimbangan Bappenas.
Saat pertemuan itu, kandidat ibu kota negara sudah mengerucut menjadi dua. Sulawesi bagian barat yang sebelumnya masuk sebagai calon pengganti Jakarta dieliminasi. Dikeluarkannya Sulawesi menyusul peristiwa gempa Palu pada 28 September 2018. Opsi yang tersisa tinggal Sumatra dan Kalimantan.
Dalam pertemuan ini pula, terindikasi bahwa lokasi yang dikaji Bappenas adalah perbatasan PPU-Kukar. Dengan demikian, posisi yang dimaksud tidak terlampau jauh dari Teluk Balikpapan, kawasan yang diusulkan sebagai ibu kota negara oleh mantan gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Sebagian perbatasan PPU-Kukar memang masih tersambung dengan daerah aliran sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan.
kaltimkece.id menyigi peta administrasi provinsi dan kedua kabupaten untuk melihat kemungkinan lokasi yang dikaji Bappenas. Bagian utara PPU memang bersisian dengan wilayah selatan Kukar. Hanya satu kecamatan di PPU yang berbatasan dengan Kukar yakni Sepaku. Sementara itu, ada tiga kecamatan Kukar yang berbatasan dengan PPU. Ketiganya adalah Samboja, Loa Janan, dan Loa Kulu. Dengan demikian, hanya ada tiga kemungkinan lokasi yaitu Sepaku-Samboja, Sepaku-Loa Janan, atau Sepaku-Loa Kulu.
Menurut dokumen pertemuan yang diterima kaltimkece.id, wilayah yang dimaksud memiliki luas deliniasi 48.868 hektare dengan luas lahan yang sesuai 43.067 hektare. Dalam kajian Direktorat Jenderal Tata Ruang, Bappenas, seluruh lahan tersebut berstatus hutan tanaman industri.
Informasi tambahannya, lokasi ini memiliki banyak keunggulan dibanding Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang juga menjadi kandidat kuat pengganti Jakarta. Selain terjangkau melalui pelabuhan laut dan udara, wilayah perbatasan PPU-Kukar relatif lebih aman dari bencana. Terutama bencana kebakaran hutan. Yang menjadi pertimbangan utama di Palangkaraya adalah sebagian besar wilayah terdiri dari lahan gambut. Bisa menimbulkan masalah jika terjadi kebakaran lahan.
kaltimkece.id mengonfirmasi seorang akademisi yang hadir dalam pertemuan dengan Bappenas tersebut. Adalah Farid Nurrahman, dosen perencanaan wilayah dan kota dari Institut Teknologi Kalimantan, Balikpapan, yang menerima undangan Bappenas. Ia membenarkan adanya pertemuan tersebut. Namun demikian, dosen muda jebolan University of Greenwich, London, ini, menolak memerinci isi rapat yang disebut bersifat rahasia.
"Data-data yang Anda (reporter kaltimkece.id) sebutkan, sepertinya cukup tepat," jawab Farid, singkat.
Pertimbangan Sosial
Tim Bappenas yang diwakili pejabat setingkat direktur jenderal lebih banyak menggali mengenai situasi sosial. Dalam pertemuan di Balikpapan, terungkap bahwa skema pemindahan ibu kota negara berarti memigrasikan 8 juta sampai 12 juta orang ke kota tujuan (kira-kira tiga kali lipat penduduk Kaltim saat ini). Angka itu berasal dari hasil studi Bappenas pada 2018 yang berlangsung selama dua tahun.
Pemindahan juga harus bertahap dan terstruktur dimulai dari eksekutif (presiden, kementerian, dan perangkat lain), legislatif (DPR RI, DPD RI, dan perangkat lain), maupun yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan perangkat lain). Migrasi dalam jumlah besar itu berdampak kepada arus urbanisasi.
Di samping itu, masih menurut informasi yang diterima kaltimkece.id, tim Bappenas juga menggali kondisi sosial di Kaltim. Salah satu yang menjadi kekhawatiran adalah gesekan antarsuku. Untuk isu ini, pemerintah daerah di Kaltim menjamin stabilitas keamanan. Salah satu bukti adalah program transmigrasi yang telah berjalan selama 40 tahun. Warga asli Kaltim hingga kini hidup berdampingan dengan para transmigran.
"Mengenai urbanisasi, yang dimaksud adalah perubahan kawasan, infrastruktur, dan sumber daya manusia yang menjadi lebih urban atau kekotaan. Baik secara sikap, pola pikir, maupun cara pandang,” jelas Farid, menyampaikan pendapat pribadinya.
Dampak urbanisasi yang masif dan cepat juga berpengaruh kepada aspek demografi, yaitu fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan). Adapun aspek migrasi yang dimaksud, terjadi perubahan struktur kesukuan di provinsi yang terdampak pemindahan ibu kota negara.
“Seperti halnya periode transmigrasi pada 1970-1990-an yang mengubah struktur kesukuan masyarakat Kalimantan,” lanjut Farid. Bedanya dengan skema transmigrasi, masyarakat yang bermigrasi dari Jakarta ke ibu kota negara baru adalah masyarakat menengah ke atas. Persiapan infrastruktur penunjang harus sangat matang terutama dalam hal akses, baik kesehatan, pendidikan, hiburan, dan fasilitas yang bersifat sosial.
Tanggapan Petinggi Provinsi
Sejak empat tahun silam, Kaltim memang telah disebut sebagai calon ibu kota baru bersama Kalteng dan Kalsel. Nama Kaltim telah dipertimbangkan sejak wacana pemindahan ibu kota ini bergaung pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Waktu itu, Awang Faroek Ishak selaku gubernur Kaltim menyambut dengan tangan terbuka. Faroek mengajukan kawasan Teluk Balikpapan di Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU) sebagai opsi.
Tiada berbeda dengan Isran Noor, gubernur Kaltim saat ini. Meskipun tidak dengan tegas menyatakan menerima, Isran juga tidak menolak.
"Kalau saya yang berkomentar maka sifatnya jadi subjektif. Biarlah tim analisis yang menilai. Mau di Kaltim, Kalteng, atau Kalbar," demikian Isran, ketika ditemui kaltimkece.id, Selasa, 30 April 2019.
Jika Kaltim kemudian dipilih sebagai ibu kota, Isran memastikan menyiapkan semuanya. "Asal (pemerintah pusat) serius, akan pemerintah (daerah) siapkan. Jangan liur-liur (janji-janji) saja," tegasnya.
Melanjutkan rencana pemindahan ibu kota, Gubernur Kaltim Isran Noor punya ancang-ancang jika Kaltim ternyata ditunjuk. Isran mengatakan, pemindahan ibu kota memang sudah diwacanakan sejak era Presiden Soekarno. Bahwa idealnya, ibu kota negara di tengah-tengah republik.
Yang patut dicatat, sambung Isran, pemindahan yang dimaksud adalah pusat pemerintahan. Gubernur kemudian menyarankan agar ibu kota negara berlokasi di kawasan dengan ketinggian minimal 25 meter dari permukaan laut. Daerah dengan ketinggian sedemikian diperlukan untuk menghindari pelbagai kemungkinan buruk sampai dua abad mendatang.
"Kalau ibu kota baru banjir, ‘kan nanti masalah juga," ucapnya.
Dari argumen itulah, Isran menilai bahwa kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto cocok sebagai lokasi ibu kota. "Di situ ‘kan hutan negara dan ketinggiannya pun cukup pas. Ditambah fasilitas jalan tol dan dua bandara di Balikpapan dan Samarinda. Ya, lihat saja penilaiannya nanti," tuturnya.
Sehari sebelumnya, Senin, 29 April 2019, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi telah memberi pernyataan. Hadi setuju rencana pemindahan ibu kota sepanjang pemerintah pusat serius. Keseriusan itu minimal ditunjukkan dengan mulai membangun infrastruktur di Kalimantan.
"Bila sudah ada tanda-tanda keseriusan, tentu kami siapkan semua," kata Wagub.
Lagi pula, Hadi melanjutkan, pemindahan ibu kota tak bisa dilakukan dalam satu atau dua tahun. Ada banyak kajian dan persiapan sebelum rencana tersebut dieksekusi. Kaltim pasti bersiap jika sudah ada keseriusan pemindahan ibu kota negara. (*)
Dilengkapi oleh: Fachrizal Muliawan