kaltimkece.id Bising-riuh dalam pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu, Samarinda, dapat mereda untuk sejenak. Proyek sebesar Rp 64 miliar milik Pemerintah Provinsi Kaltim itu segera dihentikan sementara. Dasar penyetopan kegiatan adalah belum terbitnya izin mendirikan bangunan atau IMB dari Pemerintah Kota Samarinda.
Keputusan diambil menyusul pertemuan antara Forum Kerukunan Umat Beragama atau FKUB Samarinda bersama Pemkot Samarinda. Pada rapat di Balai Kota, Kamis, 16 Agustus 2018, FKUB menyatakan belum bisa mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah. Tanpa rekomendasi FKUB, Pemkot Samarinda tidak bisa menerbitkan IMB rumah ibadah di Jalan Gunung Kinibalu, Kelurahan Bugis, Kecamatan Samarinda Kota, tersebut.
Kepada kaltimkece.id, Sekretaris Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin, menuturkan bahwa langkah selanjutnya adalah penghentian sementara. Opsi itu sejalan dengan Peraturan Daerah Samarinda Nomor 34 Tahun 2004 tentang Bangunan dalam Wilayah Kota Samarinda. Seturut dengan perda, pembangunan rumah ibadah harus sesuai Peraturan Bersama Dua Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
Peraturan bersama diterbitkan menteri dalam negeri dan menteri agama. Pada pasal 14 peraturan tersebut, empat syarat mesti dipenuhi ketika membangun rumah peribadatan. Pertama, pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Syarat kedua terdiri dari empat butir. Yang pertama yakni daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan pejabat setempat sesuai tingkat batas wilayah. Butir kedua adalah dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang, disahkan oleh lurah atau kepala desa. Butir ketiga yakni rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Terakhir, rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota (Peraturan Bersama Dua Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006).
“Semua persyaratan IMB telah terpenuhi kecuali rekomendasi FKUB,” jelas Sugeng, selepas pertemuan di Balai Kota. Dia menegaskan, Pemkot Samarinda tidak berniat mempersulit pembangunan rumah ibadah tersebut. Penghentian sementara pembangunan semata karena tidak adanya rekomendasi dari FKUB sebagai syarat penerbitan IMB.
Ketua FKUB Samarinda, Kiai Haji Zaini Naim, memang bersikukuh tak menerbitkan rekomendasi. Kepada kaltimkece.id, Zaini menjelaskan duduk perkaranya. Meskipun syarat daftar 90 pengguna rumah ibadah beserta 60 dukungan masyarakat telah terpenuhi, harus diperhatikan kaidah yang mendahului pasal tersebut. Dalam pasal 13 ayat 2 peraturan bersama dua menteri, berbunyi bahwa pendirian rumah ibadah dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Intinya, kata Zaini, tak boleh ada pertentangan baik masyarakat dengan pihak yang membangun rumah ibadah.
Dalam perjalanannya, pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu mendapat penolakan sebagian warga. Sejumlah demonstrasi berlangsung. Kelompok kontra berpendapat, sudah ada tiga masjid di kawasan tersebut. Lapangan Kinibalu, karena sejarahnya, juga tengah diajukan sebagai cagar budaya. Lapangan Kinibalu juga sangat berguna sebagai tempat bermain dan ruang terbuka warga sekitar. FKUB pun menyimpulkan, masih terdapat pertentangan antara pembangun masjid dengan masyarakat.
Baca juga: Lapangan Kinibalu, Kemenangan Kaum Republik dan Jatuhnya Wibawa Sultan
Menyikapi pertentangan itu, Zaini menekankan perlunya rekonsiliasi kedua pihak. Para pihak yang berselisih pendapat diminta duduk bersama. “Mungkin dalam perjalanannya, masyarakat akan berubah pikiran,” ucap pria yang juga menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia Samarinda tersebut.
Zaini mengatakan, kerukunan yang ditekankan pada pasal 13 jauh lebih krusial dibanding syarat pengumpulan dukungan. Dia juga menyoroti pembangunan yang sudah berjalan kendati IMB belum diterbitkan. Pemerintah, dalam hal ini Pemprov Kaltim, seharusnya memberikan contoh yang benar. Ketika pemerintah membangun tanpa dilengkapi IMB, hal tersebut akan dicontoh masyarakat.
Membangun Tanpa IMB
Pemprov Kaltim tercatat dua kali memulai pembangunan tanpa lebih dulu dilengkapi IMB. Selain masjid di Lapangan Kinibalu, pembangunan Transmart di Jalan Bhayangkara juga nyaris sama. Sehari selepas groundbreaking Transmart, Pemkot Samarinda menyegel lokasi proyek karena tiadanya IMB.
Dalam pandangan praktisi jasa konstruksi Samarinda, Slamet Suhariadi, seyogianya pekerjaan bangunan tanpa IMB harus dihentikan. Ketika berbicara aturan, kata Slamet, IMB harus dikantongi pihak pembangun sebelum memulai konstruksi. Hal itu karena di dalam IMB, beberapa aspek penting harus dipenuhi. Sebagai contoh, perhitungan konstruksi untuk bangunan bertingkat harus diketahui pemerintah.
“Apalagi dalam membangun rumah ibadah, syarat-syarat penerbitan IMB lebih banyak,” terang Slamet yang pernah menjabat sebagai ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Kaltim.
Dalam konteks pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu, Slamet menyatakan, tidak bisa serta-merta menyalahkan kontraktor. Sebagai pihak yang berkontrak dengan pemberi pekerjaan, dalam hal ini Pemprov Kaltim, kontraktor harus memulai pekerjaan paling lambat 14 hari setelah surat perintah kerja terbit. Itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Bila dalam 14 hari tak kunjung ada progres, kontrak bisa diputus.
Namun demikian, dalam praktiknya di lapangan, Slamet menjelaskan bahwa banyak bangunan didirikan sembari menunggu penerbitan IMB. Ketika masjid di Lapangan Kinibalu dihentikan atas nama aturan, Pemkot Samarinda diminta tidak tebang pilih. “Silakan dicek di seluruh Samarinda, banyak bangunan tanpa IMB yang tak disegel atau dibongkar,” terangnya.
Ambisi Politik
Pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu dinilai Kelompok Kerja 30 sebagai ambisi politik yang tak ditakar oleh pemimpin provinsi. Menurut organisasi nirlaba yang bergerak di bidang antikorupsi ini, berbagai hal mencuat ketika pembangunan masjid terkesan dipaksakan.
Carolus Tuah, koordinator Pokja 30, menjelaskan bahwa pengesahan anggaran pembangunan masjid patut dipertanyakan. Sikap politik anggota DPRD Kaltim yang menyetujui pembangunan masjid adalah bukti kegagalan kinerja penganggaran dan pengawasan. “Sejak awal, sudah jelas ada penolakan masyarakat. Dalam hal ini, wakil rakyat gagal mendengar aspirasi rakyatnya,” kata dia.
Kegagalan itu dapat dengan mudah diukur. Mengutip Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pembangunan daerah mesti berorientasi hasil. Indikator dalam pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu adalah kawasan itu semestinya kekurangan tempat ibadah. Cara memastikannya cukup dengan bertanya kepada pengguna rumah ibadah, yang tak lain, adalah umat. Tuah menilai, pengumpulan dukungan melalui KTP hanya syarat administratif.
“Bisa saja dukungan itu direkayasa. Kalau setuju, kenapa warga sekitar masih menolak?”
Dari situ, Tuah dengan mudah menyimpulkan bahwa aspirasi pembangunan rumah ibadah bukan dari masyarakat. “Ini aspirasi gubernur. Karena ini aspirasi pemimpin daerah, aparatur di bawahnya lumpuh karena takut,” tegasnya.
Tuah menilai, Pemprov Kaltim secara sadar melanggar aturan. Akibatnya fatal. “Siapapun bisa membangun rumah ibadah tanpa IMB, tanpa memenuhi syarat peraturan bersama dua menteri, karena pemerintah yang memberi contoh,” ingatnya.
Simak juga video Lapangan Kinibalu: Petuah Kece: Farid Nurrahman
Situasi memang makin pelik lantaran IMB masjid di Lapangan Kinibalu belum terbit sementara pembangunan telah berjalan. Ketika pembangunan harus dihentikan total, yang muncul kemudian adalah kerugian negara yakni kerugian material.
Penghentian proyek secara total sangat memungkinkan. Warga masih memiliki jalur menyampaikan aspirasi melalui gugatan warga negara atau class action. Gugatan dilayangkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara mengingat objek yang digugat adalah produk kebijakan pemerintah. Jika itu yang terjadi, kondisi Pemprov Kaltim jelas terjepit. Ketika pembangunan dihentikan, timbul kerugian negara. Sementara bila dilanjutkan, pemprov menjadi contoh buruk bagi masyarakat.
“Maju kena, mundur kena,” singgung Tuah.
Penjelasan Pemprov Kaltim
Pemerintah Provinsi Kaltim telah menyampaikan jawaban mengenai polemik pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu. Dalam jumpa pers, Jumat, 10 Agustus 2018, Penjabat Sekretaris Provinsi Kaltim, Meiliana, mengakui bahwa pembangunan masjid masih berselimut pro dan kontra. Beberapa ketua rukun tetangga menolak proyek tersebut.
Meski demikian, Meiliana yakin, pembangunan masjid telah memenuhi prosedur. Salah satunya, sudah mengantongi IMB --belakangan Pemkot Samarinda menegaskan IMB belum terbit.
“Lahan masjid bersertifikat serta hak guna pakai untuk pemprov sudah ada. Sertifikat ada di BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). Dari 40 RT di Kelurahan Jawa, memang masih ada empat RT yang menolak. Namun, kami memberikan pengertian setiap hari,” kata Meiliana.
Di samping itu, lurah dan camat setempat telah memberikan persetujuan pembangunan masjid. Meiliana mengatakan, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan proyek tersebut.
“Pemprov sudah mengajukan IMB, sudah ada dengan nomor 693/DPMPTSP-KS/IMB/C/4/2018. Nomor registernya juga sudah ada,” ungkapnya. Namun begitu, Meiliana mengakui, pembangunan masjid belum mendapatkan rekomendasi FKUB. Pemprov berusaha terus membangun komunikasi dengan jajaran FKUB.
Masjid yang dibangun Pemprov Kaltim sedianya menggantikan Masjid Al Mu’min di Kompleks Kegubernuran Kaltim. Masjid didirikan di atas lapangan seluas 16.261 meter persegi. Luas bangunan rumah ibadah adalah 6.514 meter persegi, tiga lantai, dengan kapasitas 3.500 jemaah. (*)