kaltimkece.id Susi Pudjiastuti tak kuasa menyimpan semringah tatkala menerima pemberian istimewa dari masyarakat Dayak Kenyah. Menteri Kelautan dan Perikanan itu diangkat sebagai warga adat. Kepadanya juga disematkan sebuah nama dan gelar; Dao Mening. Dalam bahasa setempat, Dao Mening berarti matahari cerah dan memiliki hati yang bersih.
Senyampang itu, Susi juga menerima gelang dan baju adat Kenyah yang segera ia kenakan. Sebuah topi adat dari anyaman akar pohon menghiasi kepalanya. Seremoni itu disaksikan ribuan warga Kenyah dari Indonesia dan Malaysia di Convention Hall, Samarinda, Kamis, 23 Agustus 2018. Pemberian anugerah kepada Susi juga merupakan bagian dari Musyawarah Besar Kerukunan Tebengang Lung, organisasi yang menaungi warga Dayak Kenyah di Kalimantan.
Ada alasan kuat menganugerahkan gelar kehormatan kepada sang menteri. Ketua Dewan Pembina dan Pimpinan Kerukunan Dayak Tebengang Lung, Martin Billa, mengatakan bahwa gelar itu adalah bukti kecintaan Susi kepada masyarakat Dayak. Jauh sebelum menjadi menteri, Susi, melalui maskapai Susi Air, memberi sumbangsih besar kepada warga di pedalaman Kalimantan. Sayap-sayap pesawat perintis Susi Air menerabas isolasi wilayah di permukiman warga Dayak.
Kepada kaltimkece.id, Martin mengatakan, Susi berperan penting dalam membangun perekonomian di pedalaman Kalimantan. Kecintaan masyarakat Dayak kepada Susi makin bertambah pada HUT ke-73 Kemerdekaan RI. Di Istana Merdeka, menteri berusia 53 tahun itu mengenakan pakaian adat Dayak saat menghadiri upacara bendera.
"Hati dan jiwa Ibu Susi sungguh nasionalis. Tidak hanya bekerja di kabinet, beliau bergerilya hingga ke pedalaman dan menyentuh Suku Dayak," jelas Martin yang pernah menjadi bupati Malinau, Kalimantan Utara.
Menerima anugerah tersebut, Menteri Susi terus-menerus tersenyum. “Terima kasih banyak. Saya sangat menghargainya dan bersyukur,” ucapnya.
Di hadapan ribuan warga Dayak di Convention Hall, Samarinda, Susi juga memuji Kaltim sebagai provinsi yang istimewa. Kaltim mempunyai sumber daya laut yang melimpah. Dia mengajak masyarakat Kaltim mengonsumsi ikan. Dalam gurauan, Menteri Susi kemudian menyampaikan imbauannya.
“Siapapun yang tidak makan ikan di Kalimantan Timur, saya tenggelamkan,” canda sang menteri disambut tawa dan tepuk tangan yang sangat meriah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, kata Susi melanjutkan kalimatnya, selalu siap memfasilitasi masyarakat yang ingin merintis usaha sektor perikanan. Sebagai contoh, usaha di bidang kuliner akan mendapat fasilitas berupa kerja sama usaha dengan bahan baku ikan.
“Kaltim punya laut dan sungai. Ayo, kita bekerja sama di bidang kuliner. Kita buka restoran ikan di tempat wisata. Yang menolak makan, tenggelamkan,” kata menteri yang memiliki tiga anak itu. Lagi-lagi hadirin tertawa gembira. Susi yakin, perikanan mampu mendorong pertumbuhan perekonomian Kaltim yang saat ini sangat bergantung dari sektor pertambangan minyak, gas bumi, dan batu bara.
Kiprah Susi Air
Berawal dari mimpi memiliki pesawat untuk mengantar ikan, Susi membangun maskapai Susi Air. Susi adalah pengusaha yang biasa mengirim ikan dari nelayan Pangandaran, Jawa Barat, menuju Jakarta. Namun, mimpi itu terbentur dana. Pada 2000, Susi bukanlah siapa-siapa. Dia hanya perempuan tak lulus SMA yang mulai membangun usaha. Tak ada bank yang mau membiayai rencana bisnisnya.
Susi tak menyerah. Berkat keuletannya bersama sang suami, Christian Von Strombeck, Susi akhirnya memperoleh pinjaman dari Bank Mandiri sebesar USD 4,7 juta. Maskapai Susi Air segera mengudara pada 2004. Setelah melewati jatuh bangun bisnis, usaha Susi akhirnya berhasil. Pada 2010, dia telah memiliki pabrik pengolahan ikan berkualitas ekspor berikut 50 pesawat, kebanyakan berbadan kecil. Susi Air memperkerjakan 80 pilot dari 28 negara (SerBU Susi, 2015, hlm 12).
Pada tahun yang sama, maskapai membuka penerbangan di Kalimantan. Selusin bandara perintis di Kalimantan, enam di antaranya di Kaltim, diterbangi pesawat Susi Air. Kawasan yang selama ini tak terjangkau dari jalur darat maupun sungai pun terbuka.
"Waktu itu, saya membantu jembatan udara di Kaltim," kata Susi kepada kaltimkece.id.
Susi Air menyiapkan enam pesawat jenis Cessna Grand Caravan C208B. Armada itu melayani 160 kali penerbangan di berbagai rute di Kaltim. Keberadaan Susi Air seturut dengan peningkatan bandara di perbatasan Kaltim, waktu itu masih satu provinsi dengan Kaltara. Landasan pacu di tiga bandara di perbatasan Indonesia-Malaysia diperpanjang oleh Pemprov Kaltim.
Proyek tersebut bermula dari kondisi wilayah perbatasan yang masih terkungkung dari dunia luar. Tanpa transportasi darat dan sungai, biaya transportasi barang sangat mahal karena harus dikirim lewat udara. Semen, sebagai contoh, bisa mencapai Rp 1 juta per sak. Landasan pacu yang pendek menambah harga barang melambung ke langit. Runway yang terbatas mengakibatkan pesawat harus membatasi muatannya. Penumpang saja, sebelum naik Susi Air, harus ditimbang di bandara.
Landasan pacu di tiga bandara di perbatasan diperpanjang menjadi 1.600 meter pada 2012. Ketiganya adalah Bandara Yuvai Semaring atau Long Bawan di Nunukan, Bandara Long Ampung di Malinau, dan Bandara Datah Dawai di Kabupaten Mahakam Ulu. Pemprov mengalokasikan Rp 400 miliar melalui sistem kontrak tahun jamak dari APBD Kaltim mulai 2012 hingga 2013 (Derap Langkah Pembangunan Kaltim, 2018, hlm 87-88)
Setelah proyek itu selesai, pesawat Susi Air lebih leluasa mengangkut barang dan penumpang. Menurut Susi Pudjiastuti selaku pemilik Susi Air, kehadiran maskapainya tak lepas dari antusias masyarakat.
“Susi Air lebih berkonsentrasi melayani penerbangan di daerah yang belum dilayani maskapai besar,” tutur perempuan yang gemar mengisap tembakau itu. Keputusan itulah yang membuat Susi dianggap memberikan kontribusi besar bagi masyarakat Dayak. Keputusan yang berasal dari ketulusan Dao Mening, sang menteri yang menjadi mentari bagi warga Dayak di pedalaman Kalimantan. (*)
Editor: Fel GM