kaltimkece.id Puluhan massa mengatasnamakan Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat. Membawa foto-foto 32 korban meninggal di kolam bekas galian batu bara dalam satu dekade terakhir di Kaltim. Lokasi aksi hanya beberapa meter dari Kuliah Umum Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya di Gedung Bundar Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Jumat, 8 Maret 2019.
Peserta aksi membentangkan sejumlah spanduk. Isina tuntutan kepada Siti Nurbaya. Sempat terjadi adu mulut. Melibatkan peserta aksi dan penyelenggara kegiatan. Orasi demonstran menggunakan pengeras suara dinilai menganggu. Untungnya aksi kembali berjalan damai. Unjuk rasa disepakatan tanpa pengeras suara selama kuliah umum berlangsung.
Peserta aksi sekaligus Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim Pradarma Rupang, mengigatkan bahwa pada 24 Februari 2015 salah satu orangtua korban meninggal di bekas lubang tambang, Rahmawati dan Misransyah, mengadu kepada Menteri KLHK. Ada 10 ribu lebih petisi tanda tangan dukungan masyarakat terkait persoalan tersebut.
“Saat petisi itu diserahkan kepada Ibu Menteri, jumlah korban meninggal sembilan orang. Kini, memasuki 2019 bertambah 23 orang. Sudah 32 jiwa meninggal di lubang tambang,” ucap Pradarma saat aksi, kepada kaltimkece.id. “Kami menuntut KLHK dan pihak-pihak lain yang memiliki kewenangan segera mengambil tindakan cepat.”
Selain nyawa melayang, aliansi tersebut menilai kerusakan lingkungan hidup di Kaltim sudah parah. Banjir, debu akibat tambang, rusaknya lahan pertanian, dan kolam ikan di sekitar tambang.
Izin Ugal-Ugalan
Menurut Jatam Kaltim, hutan konservasi di provinsi ini telah dicaplok konsesi tambang. Beberapa diantaranya telah melakukan aktivitas ekstraksi dan pengangkutan. “Ada 42 perusahaan mendapatkan konsesi di wilayah Tahura Bukit Suharto dari pemerintah daerah dan pusat,” kata Rupang.
Selain empat perusahaan melakukan aktivitas penambangan di hutan konservasi, kata Rupang, terdapat pula Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Izin tersebut diterbitkan KLHK. Masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto. Contoh lain adalah Taman Nasional Kutai atau TNK di Kutai Timur yang terdapat empat konsesi tambang.“Tinggal menghitung hari nasibnya serupa Bukit Soeharto,” kata dia.
Daerah lainnya yang menurut data Jatam Kaltim terdapat izin di hutan konservasi ialah Cagar Alam Teluk Adang dan Cagar Alam Teluk Apar di Kabupaten Paser. Kawasan Strategis Provinsi Kariangau-Buluminung di Balikpapan pun disebut ada tumpang tindih dengan kawasan Mangrove.
“Pemerintah justru melakukan pembiaran atas persoalan tersebut dengan alasan keterlanjuran. Kami mendesak Menteri LHK menggunakan otoritasnya menindak pihak yang merugikan, bahkan pejabat terkait yang tidak menjalankan kewenangan,” paparnya.
Tanggapan Siti Nurbaya
Atas tuntutan dan segala pertanyaan yang mengemuka, Menteri Siti Nurbaya memaparkan penegakan hukum lingkungan hidup yang sudah diatur negara. Tertuang dalam Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pertama, soal tambang itu soal siapa, sih? Itu juga harus tahu dulu kan. Ada inspekturnya, ada pengawasnya, ya. Terus yang kedua, KLHKakan turun penegakan hukumnya kalau ada kerusakan, tercemar, kemudian keresahan sosial,” ucap Siti setelah mengisi kuliah umum di Unmul.
KLHK bersama KPK sudah memerhatikan persoalan lingkungan hidup di Kaltim selama bertahun-tahun. Namun, izin dan aktivitas tambang sudah lama diberikan. Termasuk keberadaan lubang-lubang bekas galian batu bara.
“Lubangnya sudah lama ada, emang bisa dikerjakan sekejap? Emangnya Sangkuriang gitu bereskan sekarang, dibalik, keesokannya selesai. Ini kan semua dalam proses diperbaiki,” kata Siti.
Siti meminta pemakluman. Kerusakan lingkungan dengan model serupa ditemukan di seribu titik. Dari sekian banyak lubang, sedang diperbaiki 350 titik yang sudah teridentifikasi KLHK. “Ya pelan-pelan, dong,” kata dia.
Soal luasnya izin-izin di bidang kehutanan, berdasarkan catatan Dinas Kehutanan Kaltim yang diterima kaltimkece.id akhir Februari lalu, total izin di sektor ini menembus 5.619.662 hektare. Seluruhnya terdiri dari 59 IUPHHK-HA dengan luas 3.973.680 hektare dan 45 IUPHHK-HTI seluas 1.645.982,61 hektare. Dapat dikatakan bahwa 44,09 persen daratan provinsi dikuasai izin kehutanan.
Menteri Siti menilai hal itu bukanpersoalan. Tak mungkin juga bisa mencabut semua izin. Malah dapat membunuh perekonomian.“Yang benar adalah imbangkan. Boleh ekonominya, tapi rakyatnya juga enggak ditinggalin. Itu yang diminta presiden. Saya kira itu juga sama semangatnya Pak Gubernur (Kaltim),” kata dia.
Untuk mengatasi polemik, pemerintah perlu berhati-hati memberikan izin diikuti pengawasan. Jika melanggar aturan, berikan sanksi.“Sudah banyak (diberi sanksi). Nanti harus dicek ke Dirjen Penegakan Hukum. Sanksi pun berlapis-lapis,” imbuhnya.(*)
Editor: Bobby Lolowang