kaltimkece.id Pabrik semen akan dibangun di Desa Sekerat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur. Rencana ini digugat mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim, Senin, 25 Maret 2019. Demonstran khawatir, kehadiran pabrik semen --bersama-sama ratusan izin yang lain-- merusak ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat.
kaltimkece.id menelusuri kehadiran investasi di kawasan karst tersebut. Gambaran yang jelas diperoleh dari sejumlah dokumen penelitian karst Sangkulirang-Mangkalihat yang diterima media ini. Dokumen tersebut didapat dari Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Badan Geologi Nasional dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kelompok Studi Karst Universitas Gadjah Mada.
Ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat membentang di Kutai Timur dan Berau seluas 1,8 juta hektare. Di sekujur hamparan itu, menurut catatan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, telah terbit 193 izin usaha. Terdiri dari 110 izin perkebunan, 40 konsesi kehutanan, 26 pertambangan batu bara, 16 izin tambang batu gamping, dan satu pabrik semen. Sebanyak 90 izin keluar di Kabupaten Berau, sedangkan 103 izin di Kabupaten Kutai Timur.
Meskipun luas ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat mencapai 1,8 juta hektare, tidak seluruhnya adalah kawasan bentang alam karst. Suatu daerah baru dapat disebut kawasan bentang alam karst atau kawasan lindung geologi jika memiliki dua unsur. Eksokarst dan endokarst. Eksokarst adalah rupa alam di atas permukaan tanah seperti air terjun, patahan, bukit, lembah, atau menara karst. Adapun endokarst ditemukan di bawah tanah seperti goa dan sungai bawah tanah. Satu saja dari kedua unsur itu tiada, tidak bisa suatu kawasan dikategorikan sebagai bentang alam karst.
Pada masa Gubernur Awang Faroek Ishak, ekosistem karst seluas 1,8 juta hektare itu diklasifikasikan. Seluas 308 ribu hektare dinyatakan sebagai kawasan bentang alam karst, yang berarti memiliki eksokarst dan endokarst. Penetapan kawasan lindung dituangkan dalam Peraturan Gubernur 67/2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Pergub lantas dijadikan dasar penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim pada 2016.
Setelah RTRW Kaltim disahkan, tersisa 54 izin usaha yang masuk kawasan lindung. Terdiri dari satu perkebunan karet, 30 izin perkebunan kelapa sawit, empat hutan tanaman industri, dua izin usaha pertambangan batu bara, 16 izin pertambangan batu gamping, dan satu izin pabrik semen. Total luas ke-54 izin itu 358 ribu hektare, namun hanya 106 ribu hektare yang masuk bentang alam karst.
Satu dari ke-54 izin tersebut dipegang PT Kobexindo. Perusahaan ini menerima izin pertambangan batu gamping --bahan baku utama semen-- melalui PT Bengalon Limestone pada Agustus 2003. Awang Faroek Ishak yang menerbitkan semasa ia menjabat bupati Kutim. Dari situlah, izin pembangunan pabrik semen di Desa Sekerat, Kutai Timur, bermula.
PT Kobexindo melewati penyelidikan umum yang dilanjutkan dengan eksplorasi selama sembilan tahun. Perusahaan akhirnya menyelesaikan dokumen lingkungan (amdal) pada Mei 2012. Izin usaha pertambangan operasi produksi terbit, juga pada 2012, dengan predikat clean and clear dari Kementerian ESDM. Namun, sejenak selepas IUP terbit, Gubernur Awang Faroek mengeluarkan Pergub Nomor 67/2012 tadi. Kawasan Sekerat dinyatakan masuk bentang alam karst atau kawasan lindung geologi. Segala aktivitas perusahaan otomatis berhenti.
PT Kobexindo baru mendapat udara segar pada 2018. Penetapan RTRW Kaltim yang memasukkan Sekerat sebagai kawasan lindung karst ternyata bermasalah. Pergub 67/2012 sebagai dasar Peraturan Daerah RTRW Kaltim rupanya memakai peta berskala 1:250.000. Padahal, untuk penetapan kawasan bentang alam karst, peta yang dipakai mestinya berskala 1:50.000. Skala yang lebih kecil diperlukan agar hasilnya lebih presisi. Dari peta berskala 1:50.000, dapat diketahui eksokarst dan endokarst sebagai penentu status bentang alam karst yang dilindungi.
Lewat penelitian dua lembaga menggunakan peta berskala 1:50.000, diperoleh bentang alam karst yang baru. Kedua lembaga itu adalah Badan Geologi Nasional dari Kementerian ESDM dan Kelompok Studi Karst dari Universitas Gadjah Mada. Keduanya kompak menyajikan hasil dengan kesamaan sebesar 80 persen. Luas bentang alam Karst Sangkulirang-Mangkalihat, berdasarkan penelitian terbaru, justru bertambah menjadi 403 ribu hektare.
Temuan yang lain, tidak semua kawasan Sekerat adalah bentang karst. Syahdan, sebagian konsesi PT Kobexindo dinyatakan di luar kawasan lindung. Dari sinilah, rencana pembukaan pabrik semen kembali terurai. PT Kobexindo selanjutnya berkongsi dengan perusahaan asal Tiongkok, Hongshi Group, untuk membangun pabrik semen. Rencana ini telah mendapat lampu hijau dari Gubernur Kaltim Isran Noor.
Berbagai Pertimbangan
Daya rusak lingkungan adalah yang paling pertama dijadikan dasar penolakan pabrik semen. Pertambangan batu gamping --sebagaimana tambang batu bara, industri kehutanan, dan perkebunan kelapa sawit-- akan mengubah bentang alam sehingga menimbulkan dampak lingkungan. Namun, kelompok mana yang paling besar menyumbang dampak tersebut kepada Karst Sangkulirang-Mangkalihat?
Dari 54 izin dengan luas 106 ribu hektare di kawasan lindung karst, tambang batu gamping dan pabrik semen PT Kobexindo mengambil 822 hektare lahan. Ditilik dari sisi penguasaan lahan, pabrik semen di Sekerat hanya mengambil 0,7 persen dari seluruh luas perizinan di kawasan Sangkulirang-Mangkalihat. Faktanya, 99,3 persen izin di kawasan karst adalah perkebunan kelapa sawit, industri kehutanan, dan tambang batu bara.
Setelah isu lingkungan, sudut pandang berikutnya yang sering dijadikan pertimbangan adalah sisi ekonomi. Pabrik semen di Sekerat adalah industri padat modal. Dalam rencana investasi yang dipresentasikan di depan Gubernur, PT Kobexindo dan Hongshi Group disebut menyiapkan Rp 14 triliun. Perusahaan juga disebut menyerap 1.000 tenaga kerja dengan produksi semen 8 juta ton per tahun.
Ditilik dari sudut ekonomi secara makro, investasi didefinisikan sebagai pembelian peralatan modal dan tenaga kerja untuk menciptakan produksi. Hasil produksi ini akan memberikan nilai tambah yang menghasilkan produk domestik bruto. Jika produksi tercipta, produk domestik bertambah, dan pertumbuhan ekonomi akan naik. Singkatnya, investasi berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah maupun negara.
Yang terjadi di Kaltim, kebanyakan investasi amat rakus lahan. Seluas 9,33 juta hektare atau 73 persen daratan Kaltim telah berstempel izin usaha. Terdiri dari izin tambang batu bara, kehutanan, dan perkebunan. Jika dibanding ketiga kelompok usaha itu, industri semen adalah kegiatan dengan investasi besar namun hanya memerlukan sedikit lahan.
Pabrik semen di Sekerat membawa investasi Rp 14 triliun di atas 822 hektare lahan. Dengan demikian, setiap 1 hektare lahan pabrik dan tambang batu gamping rata-rata diguyur modal Rp 17 miliar.
Investasi Rp 17 miliar per hektare ini amat tinggi. Jauh lebih besar dari jenis kegiatan eksploitatif yang lain seperti perkebunan kelapa sawit. Meminjam analisis Dinas Perkebunan Kaltim yang melansir penelitian Dinas Perkebunan Kutai Timur, investasi untuk 1 hektare kebun sawit di Kecamatan Bengalon dan Kaliorang sebesar Rp 36 juta.
Dari perbandingan di atas, investasi pabrik semen per hektare lahan 473 kali lebih besar dari investasi kelapa sawit. Dengan perbandingan serupa, investasi pabrik semen sebesar Rp 14 triliun di atas 822 hektare lahan setara dengan membuka 388 ribu hektare kebun kelapa sawit.
Perbandingan yang lain dari sisi ekonomi adalah produk yang dihasilkan. PT Kobexindo dan Hongshi Group berencana memproduksi 8 juta ton semen per tahun. Jika dirupiahkan, produksi itu setara Rp 10,4 triliun (dengan perhitungan satu sak semen isi 40 kilogram sekitar Rp 52.000).
Produksi semen sebesar Rp 10,4 triliun dapat dibandingkan dengan produk kelapa sawit. Berpatok dengan harga tandan buah sawit yang sedang baik saja, Rp 1.600 per kilogram, produksi semen Rp 10,4 triliun setara 6,5 juta ton tandan buah segar --setengah dari produksi sawit Kaltim pada 2017 sebesar 13,16 juta ton.
Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, produktivitas kebun pada 2017 adalah 16,6 ton tandan buah segar per hektare. Dengan demikian, perlu 391 ribu hektare kebun untuk menghasilkan 6,5 juta ton tandan buah segar senilai Rp 10,4 triliun, yang mana pabrik semen hanya perlu 822 hektare areal.
Kondisi Sekerat
Izin PT Kobexindo terbit di perbatasan dua desa dan dua kecamatan di Kutim. Di sebelah selatan rencana lokasi pabrik adalah Desa Sekerat, Kecamatan Bengalon. Sementara di utara adalah Desa Selangkau, Kecamatan Kaliorang.
Untuk mencapai kedua desa di tepi pantai Kutim ini, tersedia beberapa jalur. Melewati perkebunan kelapa sawit yang berlumpur saat hujan atau melintasi jalan angkut batu bara yang membelah lereng karst. Ada pula jalan umum yang berpermukaan tanah dan penuh lubang besar.
Sebuah pelabuhan batu bara berdiri di Desa Sekerat. Dermaga itu tepat di kaki gunung batu gamping yang tingginya 500 meter. Batu bara dari daratan diangkut melalui konveyor yang menjorok ke laut sepanjang 1 kilometer.
Sekerat dan Selangkau adalah dua desa yang dilintasi bentang karst sepanjang 12 kilometer. Pegunungan itu telah dikepung berbagai operasi tambang dan perkebunan. Empat pelabuhan batu bara dan kelapa sawit berdiri di kaki bukit.
Sejumlah media, termasuk reporter kaltimkece.id, pernah menurunkan laporan kedua desa ini pada 2016. Kami menemui Suharto, warga Sekerat yang gemar mengisap pipa tembakau. Ia mengatakan bahwa impian pabrik semen di desa itu terurai sejak 1980. Kehadiran investasi besar diharapkan dapat memperbaiki akses jalan kedua desa.
Bachtiar, guru SD 007 di Desa Selangkau, turut heran. Pemerintah begitu mudah mengizinkan 90 ribu hektare lahan tambang kepada PT Kaltim Prima Coal yang juga beroperasi di sana. Sementara 822 hektare untuk pabrik semen justru dihambat. Tambang batu bara, katanya, rakus lahan. Usia operasinya lebih pendek. Sementara pertambangan batu gamping bisa berumur ratusan tahun. Lahan yang diperlukan juga tak seluas tambang batu bara. (*)