kaltimkece.id Pencapaian membanggakan diraih Universitas Mulawarman. Perguruan tinggi terbesar di Kaltim ini menempati rangking pertama se-Indonesia, menurut SCImago Institutions Rankings. Posisi puncak tersebut diraih dalam penelitian dan inovasi di bidang energi. Sementara itu, masih dari bidang yang sama, Unmul menempati posisi ke-189 dari perguruan tinggi se-Asia, dan peringkat ke-365 sedunia.
Kualitas riset dan inovasi Unmul di bidang energi terbukti melampaui kampus-kampus beken di Tanah Air. Posisi Unmul di atas Universitas Diponegoro yang duduk di peringkat tiga, Universitas Indonesia di peringkat empat, Institut Teknologi Bandung di posisi lima, dan Universitas Gadjah Mada di peringkat delapan.
“Pencapaian ini sangat membanggakan. Kami membuktikan bahwa Unmul bisa sejajar dengan kampus ternama di Indonesia bahkan Asia,” terang Rektor Unmul, Prof Masjaya, kepada kaltimkece.id, Kamis, 29 April 2021. Masjaya menambahkan, pemeringkatan ini semakin mengokohkan visi dan misi Unmul sebagai universitas berstandar internasional.
Pemeringkatan lembaga internasional seperti SCImago Institutions Rankings amat bergengsi. SCImago, lembaga yang berbasis di Spanyol, telah meneliti universitas di seluruh dunia sejak 2009. Mereka merangking universitas di seluruh dunia lewat penilaian selama lima tahun. Sebagai contoh, tahun publikasi 2021 merupakan hasil penelitian 2015-2019. Kriteria yang dinilai adalah riset (50 persen), inovasi (30 persen), dan dampak sosial (20 persen). Peringkat SCImago cenderung berpatokan kepada publikasi ilmiah di jurnal terindeks Scopus. Semakin banyak dan berkualitas jurnal internasional, semakin tinggi peringkat kampus tersebut.
SCImago membagi pemeringkatan ke dalam 19 subjek (bidang). Unmul mencatat prestasi gemilang di beberapa subjek selain energi. Di bidang ilmu sosial, Unmul menempati perguruan tinggi ketiga se-Indonesia, hanya di bawah ITB dan UI. Unmul juga menempati posisi ke-12 untuk dua subjek yaitu biokimia, genetika, dan biologi molekuler; serta subjek ilmu lingkungan. Sementara untuk bidang kefarmasian, kampus Gunung Kelua ini duduk di posisi ke-15. Secara keseluruhan, Unmul di peringkat ke-18 dari 4.000-an perguruan tinggi se-Indonesia.
“Masuk 20 besar universitas terbaik di Indonesia merupakan kebanggaan. Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya Unmul menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang hutan tropis lembap dan lingkungannya,” terang Prof Masjaya.
Rektor mengatakan, sebagian besar riset oleh dosen dan mahasiswa Unmul telah diarahkan ke pola ilmiah pokok tersebut. Unmul sadar memiliki keunggulan yakni berlokasi di wilayah hutan tropis lembap. Hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia ini tidak banyak, hanya dimiliki negara-negara di dekat garis khatulistiwa.
“Kami terus mendorong riset dan inovasi Unmul bisa masuk publikasi terindeks di level internasional. Inilah hasilnya,” lanjut guru besar ilmu sosial dan ilmu politik tersebut. Masjaya menambahkan, Unmul turut diperhatikan dunia internasional setelah memiliki Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi Obat dan Kosmetik dari Hutan Tropika Lembap dan Lingkungannya.
Denyut Riset di Unmul
Lima tahun belakangan, Unmul menghasilkan ratusan publikasi ilmiah yang masuk indeks internasional. Produktifnya penelitian tidak lepas dari dua hal. “Pertama, sumber dana penelitian makin beragam; dan kedua adalah sumber daya manusia makin bagus,” demikian Dr Bohari Yusuf, Wakil Rektor Unmul Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat.
Menurut Bohari, setidaknya ada dua sumber utama dana riset yang bisa diakses dosen dan mahasiswa Unmul. Pertama, berbentuk grant atau hibah. Unmul menyediakan grant Rp 50 juta sampai Rp 100 juta yang diberikan pada awal penelitian. Sumbernya dari kerja sama Unmul dengan Islamic Development Bank. Sumber dana kedua adalah dari kerja sama dengan pihak lain.
Bohari mengatakan, total dana penelitian di Unmul cukup besar. Dalam lima tahun terakhir, jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah. Unmul juga memberi stimulan kepada para peneliti yang berhasil masuk jurnal terindeks Scopus. “Kami siapkan Rp 25 juta per riset di akhir penelitian. Program stimulan ini telah empat tahun berjalan,” sambungnya.
Dana riset Unmul disebut sekitar Rp 40 miliar per tahun. Besaran itu dianggap ideal karena melebihi 15 persen dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Unmul yang besarnya Rp 240 miliar per tahun.
Faktor kedua yang menyuburkan ekosistem penelitian kampus adalah SDM. Menurut catatan pada semester I 2020, Unmul memiliki 381 dosen bergelar doktor (S-3) dan terus bertambah. Belum lagi dosen lektor kepala dan guru besar yang mencapai 30,2 persen dari seluruh tenaga pendidik Unmul.
“Sementara untuk kendala riset, kebanyakan dihadapi dari ilmu eksakta. Unmul masih kesulitan peralatan, laboratorium, dan dana,” terangnya. Yang menggembirakan, di tengah keterbatasan tersebut, Unmul mampu memproduksi jurnal terindeks internasional.
Buhori juga menjelaskan pemeringkatan SCImago. Pemeringkatan ini dianggap sangat fair dan bergengsi. SCImago meneliti tanpa menerima input data dari universitas. Basis riset lembaga itu adalah jurnal yang dipublikasikan secara internasional. Berbeda dengan pemeringkatan lain yang mengandalkan data dari perguruan tinggi. Universitas yang rajin meng-input data, peringkatnya pasti bagus.
“Metode pemeringkatan SCImago tidak demikian. Peringkat dari SCImago bukan by order,” sambungnya.
Masa Depan Energi Kaltim
Hutan tropis lembap dengan keanekaragaman hayatinya adalah anugerah bagi Kaltim. Hutan hujan tropis menyediakan berbagai sumber energi terbarukan, demikian hasil riset Unmul. Dunia internasional pun menaruh perhatian kepada berbagai penelitian Unmul di bidang energi.
“Tahun ini saja, sekitar 20 jurnal internasional tentang hutan tropis lembap telah dihasilkan,” kata Dekan Fakultas Kehutanan Unmul, Prof Rudianto Amirta. Menurutnya, sebagian penelitian Unmul di bidang energi berfokus kepada konversi biomassa sebagai sumber energi berdasarkan metode kimia, fisika, dan termokimia.
“Unmul terus mencari bahan-bahan baru dari hutan tropis lembap sebagai sumber energi terbarukan berikut pengembangannya,” terang alumnus Unmul tersebut.
Ada berbagai jenis sumber biomassa. Yang pertama adalah biomassa nabati dari minyak sawit, limbah tebu, dan limbah jagung. Dari konversi kimia, biomassa ini berbentuk etanol yang bisa dijadikan biodiesel. Biomassa berikutnya adalah gas sintetis dari sektor kehutanan. Kayu yang diolah menjadi chip dan pellet (seperti kapsul) dapat dijadikan sumber energi untuk menggerakkan pembangkit listrik.
Prof Rudianto mengatakan, Kaltim berpeluang besar di bidang energi terbarukan terutama biomassa. Jika serius dikembangkan, biomassa bisa menggantikan minyak dan gas bumi serta batu bara yang semakin menipis cadangannya.
“Ada pesan dari majunya penelitian Unmul di bidang energi. Biomassa adalah masa depan Kaltim. Itu berarti, hutan tropis lembap di Kaltim harus lestari. Di sanalah masa depan kita,” tutup guru besar yang meraih gelar doktor dari Kyoto University, Jepang, tersebut. (*)