kaltimkece.id Dugaan plagiat logo branding Magnificent Samarinda terus menjadi pembicaraan warga kota. Sebagian pihak menyayangkan langkah Pemkot Samarinda yang tak menggaet komunitas kreatif lokal. Puncaknya adalah logo branding disebut tak memuaskan mata. Ditambah lagi kemiripan desain dengan logo yang dibuat George Bokhua, desainer kenamaan dari Amerika Serikat.
Guliran kritik terhadap pemkot tersebut bermacam-macam. Yogi Setiawan, seorang master of ceremonies (MC) sekaligus stand-up comedian ternama di Samarinda, mengambil cara berbeda dalam menyampaikan kritik. Lelaki berusia 30 tahun ini menggagas sayembara pembuatan logo branding Magnificent Samarinda. Melalui akun Instagram-nya, @setiawanyogy, ia menyiapkan hadiah Rp 500 ribu yang diambil dari dana pribadi. Logo yang memenangkan sayembara akan disumbangkan kepada Pemkot Samarinda.
Kepada kaltimkece.id, Yogi membenarkan sayembara yang digagasnya. "Maaf jika nominal hadiah kecil karena diambil dari duit saya pribadi. Tanpa bantuan siapa pun. Kecuali Allah SWT,” ucap Yogi, Jumat, 1 Februari 2019. Sayembara dibuka hingga pukul 12 malam pada hari yang sama. Peserta yang ingin mengikuti sayembara cukup mengirim desain logo melalui Insta-story menggunakan tagar #sumbanglogokepemkotsamarinda lalu menge-tag akun Yogi. Syarat berikutnya, desain harus orisinil, tidak mengandung unsur pornografi dan SARA.
Sayembara tersebut menarik simpati banyak warganet. Sejumlah pemuda, sedari pemilik perusahaan, pelaku industri kreatif, hingga calon legislatif, ikut menyumbang hadiah. Dari Rp 500 ribu yang disiapkan Yogi, hadiah bertambah hingga jutaan rupiah.
Yogi memaparkan alasan membuka sayembara. Pertama, respons terhadap dugaan plagiat logo branding Magnificent Samarinda yang makin kuat setelah George Bokhua memberikan konfirmasi. Melalui kaltimkece.id, Bokhua menyampaikan desain logonya dicuri. Kedua, jelas Yogi, mekanisme pemilihan logo dianggap tidak partisipatif.
“Sebenarnya bukan soal harga (pembuatan logo Magnificent Samarinda) yang kami soal. Tapi, kenapa pembuatan logo itu tidak diserahkan ke komunitas kreatif di Samarinda? Kenapa diserahkan pihak luar dan langsung di-launching?”
Yogi menyatakan, sejak awal dia sudah memprotes logo tersebut di media sosial. Namun, sudah banyak protes serupa. Yogi berpikir untuk melangkah lebih ke depan. “Sebenarnya memang menyentil pemerintah agar lebih memerhatikan penggiat kreatif di Samarinda,” jelas Yogi.
Hadiah Terus Bertambah
Tiga jam selepas wara-wara sayembara, sambutan hangat warganet berdatangan. Sejumlah penduduk media sosial di Samarinda turut menyumbang hadiah. Dalam bentuk uang tunai tercatat diberikan akun Instagram @romadhony, @m.luthfi_2, @hpw14, dan @jankjankwings_samarinda. Setiap akun tersebut menyumbang Rp 500 ribu. Ada pula tumbler Tupperware dari akun Instagram @faridnurrahman dan dua tees (t-shirt) dari @tenvis.culture. Ditambah lagi satu tiket pesawat pulang pergi Samarinda ke kota besar di Indonesia. Hadiah tiket diberikan oleh pihak tanpa nama.
Untuk sementara, total hadiah adalah uang tunai Rp 2,1 juta plus sederet merchandise. “Jika masih ada yang mau menyumbang hadiah tambahan lagi, kami persilakan. Terbuka untuk siapapun tanpa terkecuali,” kata Yogi.
Adapun metode penentuan pemenang, Yogi akan mem-posting ulang setiap desain peserta. Penilaian bukan dari jumlah suka, melainkan komentar. Hadiah akan diantar oleh Yogi, demikian halnya logo pemenang, diserahkan langsung kepada Pemkot Samarinda.
Farid Nurrahman adalah penyumbang merchandise tumbler Tupperware. Kepada kaltimkece.id, Farid menyatakan bahwa sumbangan tersebut merupakan bentuk dukungan kepada orang yang ingin membantu Pemkot Samarinda.
Farid adalah dosen perencanaan wilayah kota di Institut Teknologi Kalimantan. Mengenai branding Samarinda, alumnus SMA 10 Samarinda ini mengatakan, telah menulis cara branding kota. Farid membandingkan dengan pembuatan logo branding Jogjakarta yang melewati rembuk bersama para seniman dan desainer.
“Di kota kita, tiba-tiba langsung keluar. Tiba-tiba terindikasi plagiat. Harusnya menggunakan cara yang lebih kreatif karena banyak warga Samarinda yang ingin berpartisipasi,” jelas Farid. Sebagai warga kota, dia mengaku kurang puas dengan desain logo branding yang sudah diluncurkan. Logo tersebut dinilai kurang maksimal. Jika ingin menonjolkan sisi jembatan, sudah digunakan di San Francisco, Amerika Serikat. Jika ingin menonjolkan sisi sungai, juga sudah ada di Venice, Italia.
“Saya berharap teman-teman kreator di Samarinda memiliki karya yang lebih bagus. Dapat membuktikan bukan sekedar dengan logo, tetapi dilengkapi filosofinya,” saran Farid.
Romadhony Putra Pratama adalah penyumbang berikutnya. Pemuda ini mengaku bersimpati dengan sayembara yang diadakan Yogi. Lebih dari itu, dugaan plagiat logo sangat menghebohkan Samarinda. Sangat disayangkan jika dugaan itu ternyata benar.
“Padahal, anak-anak Samarinda tidak kalah keren. Kenapa pemkot tidak mengajak anak-anak kreatif Samarinda duduk bareng,” heran Doni.
Menurut pemuda yang menjadi calon legislatif dari PDI Perjuangan ini, partisipasi pekerja kreatif di Samarinda sangat penting dan bisa menjadi kebanggaan. Beberapa tahun ke depan, generasi muda inilah yang merasakan langsung manfaat dari branding Kota Samarinda. Untuk itulah, Doni mengapresiasi sayembara yang diadakan Yogi.
“Ya, meskipun hadiahnya enggak sampai Rp 600 juta. Hehehe...,” tutup Doni (*).
Editor: Fel GM