kaltimkece.id Sengatan surya di atas khatulistiwa tak lagi dihiraukan Michael De Guzman yang asyik mengelilingi hutan seluas 5 kilometer persegi. Geolog berkebangsaan Filipina itu sedang menyelidiki komposisi tanah di bawah permukaan Busang, sebuah desa kecil di pedalaman Kalimantan Timur. Peta geologinya akhirnya kelar disusun setelah sepekan berpanas-panasan.
De Guzman telah menyelidiki potensi emas di Sungai Atan yang mengalir di Busang sejak 1992. Geolog dengan pengalaman panjang di Indonesia dan Filipina itu berhasil mendefinisikan bungkah-bungkah xenolith, batuan asing yang terjebak di dalam magma. Batuan di Busang, menurut pemetaan De Guzman, terdiri dari lapisan karbon batu bara muda. Yang membuat eksplorasinya istimewa, lapisan tanah yang lain diduga kuat mengandung emas.
Temuan itu disuguhkan dalam makalahnya berjudul Mineralisasi Dalam Suatu Kompleks Diaterma Maar-Kubah (1994). "Beberapa bintik emas dapat diamati dari contoh batuan seberat 1 kilogram," tulis De Guzman dengan sangat yakin.
De Guzman tidak sendiri menyusun makalah yang berisi temuan awal di Busang. Bersamanya, geolog berkebangsaan Kanada bernama John Felderhof turut serta dalam pemetaan. Dari penelitian itulah, Felderhof berhasil meyakinkan David Walsh selaku pendiri Bre-X Minerals Ltd untuk membeli izin kontrak karya di Busang.
Baca Juga: Dari Makan Malam, Sejarah Gelap Dimulai
Bre-X segera memulai proyek eksplorasi Busang pada penghabisan 1993. Tim eksplorasi dipimpin De Guzman sementara Felderhof duduk sebagai konsultan. Hanya beberapa bulan bekerja, tim permukaan menemukan jalur emas lagi. Saluran logam mulia di Busang, serupa sabuk selebar 200 meter sampai 700 meter, disebut Jalur Tenggara.
Kabar penemuan emas dalam jumlah besar makin menggemparkan dunia pada Mei 1994. Felderhof selaku konsultan mengaku menemukan sejumlah pipa yang terhubung dengan daerah mineralisasi emas di Kalimantan. Lelaki berdarah Belanda itu menyimpulkan telah menemukan kubah diaterma-maar, titik keluar magma yang membawa mineral berharga terutama emas. Secara teori, kubah yang dimaksud Felderhof adalah batuan vulkanik yang terbentuk jutaan tahun lalu.
Baca Juga: Ada Logam Mulia tapi Tak Luar Biasa
Felderhof memberi penyederhanaan mengenai definisi kubah agar mudah dipahami. Masih menurut makalah yang disusunnya bersama De Guzman, pipa-pipa berbentuk kubah menyerupai cerutu raksasa sepanjang 12 kilometer. Gundukan penuh emas itu membujur dari barat laut ke tenggara dengan lebar 6 meter. Selain menyimpan kandungan emas dalam jumlah besar, kubah juga mudah ditambang.
"Sebuah cerutu emas yang sangat besar," tulis Felderhof, "sehingga bisa dilihat dari udara." (Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, 1997).
Felderhof mengebor gugus depan cerutu sejak Mei 1995 untuk membuktikan dugaannya. Hasilnya positif. Cerutu raksasa itu mengandung mineralisasi berkadar ekonomis tinggi dengan cadangan terkira hingga 40 juta ons. Beragam media di dunia menulis kabar itu dengan kalimat, "Cebakan emas terbesar di dunia telah ditemukan!"
Temuan itu membawa saham Bre-X di lantai bursa Kanada meroket. Nama Bre-X, pada awalnya hanya badan usaha milik keluarga, segera bersalin sebagai perusahaan tambang raksasa. Kantor Bre-X di lantai bawah kediaman pribadi David Walsh pindah ke gedung lantai empat di 14th Street NW, Calgary, Kanada.
Di negara berbendera daun mapel itu, pialang profesional, spekulan, pemain teri, hingga kalangan awam, ramai-ramai memburu saham Bre-X. Sebagian dari mereka kaya raya dengan tiba-tiba. Sebuah artikel The New York Times bahkan menulis bahwa Bre-X bak kisah Cinderella yang harus diceritakan.
David Walsh dan Bre-X akhirnya menjalani hidup bersama mimpi yang menjadi kenyataan sebagaimana Cinderella. Namun, seperti Cinderella pula, cerita indah Bre-X harus berakhir ketika "pukul 12 malam" tiba. Masa keemasan Bre-X berakhir ketika kebohongan di Busang terungkap tepat bulan ini, 21 tahun lalu. (*)
Baca juga artikel selanjutnya: Hoax Emas Kaltim yang Mendunia-4: David Walsh dan Penemuan Abad Ini