kaltimkece.id Mohamad "Bob" Hasan kemungkinan besar tidak sedang menonton sepak bola pada 12 Maret 1997 seperti yang dicatat Bondan Winarno. Kepada wartawan senior Kompas yang mewawancarainya itu, Bob Hasan mengatakan, sedang menyaksikan pertandingan di Turin, Italia, ketika menerima telepon dari chairman Freeport-McMoran Inc.
"Kalau tidak salah, Swedia yang bertanding," ucap Bob Hasan seperti ditulis Bondan dalam buku investigasi skandal Busang berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi (1997). Jika yang dimaksud Bob Hasan adalah tim nasional senior, pernyataan itu jelas keliru. Swedia maupun Italia memang sedang berjibaku untuk lolos putaran final Piala Dunia 1998 di Prancis. Namun, kedua negara itu tidak pernah satu grup dalam fase kualifikasi. Lagi pula, tepat tanggal itu, Italia maupun Swedia tidak bertanding.
Satu-satunya laga Gli Azzuri pada bulan Maret 1997, sesuai arsip resmi FIFA, adalah menjamu Moldova di kota Trieste, Venezia. Sementara stadion di Turin, sesuai penuturan Bob Hasan, kemungkinan besar adalah markas Juventus. Sepanjang 1997, Italia tidak pernah menjadikan Delle Alpi sebagai kandang tim nasional.
Meskipun keliru dalam alibi, Bob Hasan memberi pengakuan yang cocok dengan keterangan bos Freeport, Jim Bob Moffett. Dua orang yang memiliki nama "Bob" itu berkomunikasi membicarakan hasil temuan tim Freeport di Busang.
Baca juga: Dari Makan Malam, Sejarah Gelap Busang Dimulai
Freeport baru saja dilibatkan dalam investasi tambang emas di Kalimantan Timur berkongsi dengan Bre-X Minerals. Perusahaan asal Amerika Serikat itu masuk konsorsium untuk mengerjakan proyek Busang setelah 20 tahun membuka tambang di Papua. Namun, sebelum mengucurkan USD 400 juta atau Rp 5,2 triliun untuk membangun tambang, Freeport mengadakan uji tuntas atau due diligence di Busang.
Temuan awal uji tuntas rupanya menyajikan hasil yang mengejutkan. Cadangan emas di Busang tidak signifikan, jauh dari angka yang diumumkan Bre-X yakni 70 juta ons. Jika uji tuntas Freeport betul-betul terbukti, kebohongan yang teramat dahsyat jelas segera terkuak. Informasi mahapenting itulah yang membuat Jim Bob buru-buru menelepon Bob Hasan. Adapun Bob Hasan, tak lain juragan kayu sekaligus orang dekat Presiden Soeharto yang menjadi mitra kerja sekaligus sahabat Jim Bob.
Bob Hasan adalah orang kedua yang dihubunginya. Beberapa jam sebelumnya, sang bos Freeport menelepon David Walsh, empunya Bre-X. Di saluran yang sama, John Felderhof selaku geolog senior Bre-X turut dalam perbincangan. Felderhof memang sedang bersama David Walsh di Royal York Hotel, Kanada, untuk menerima anugerah Prospector of The Year dari Prospectors and Developers Association of Canada.
“Pasti ada kerancuan,” tegas Walsh ketika dikabari hasil awal uji tuntas Freeport.
“Tidak di pihak kami,” tukas Jim Bob ceplas-ceplos di ujung telepon.
Jim Bob menambahkan, Freeport sudah mengebor ribuan lubang di Papua. Perusahaannya sangat memahami emas vulkanis, yang konon, seperti ditemukan di Busang.
Baca juga: Ada Logam Mulia tapi Tak Luar Biasa
"Masalahnya adalah emas vulkanis di inti bor kami sangat sedikit. Sementara dari inti bor Bre-X, bukan emas vulkanis,” tembak Jim Bob langsung ke jantung permasalahan.
Walsh sempat terdiam sebelum menyela, “Begini, saya bukan orang yang tahu soal teknis seperti itu. Saya hanya seorang pencari dana.”
Tak ada yang tahu yang terjadi kemudian di Royal York Hotel malam itu. Yang jelas, Walsh dan Felderhof segera menugasi manajer eksplorasi Bre-X, Michael De Guzman, menemui tim Freeport di Busang.
"Kematian" De Guzman dan Bre-X
Sepekan setelah percakapan David Walsh dan Jim Bob, Michael De Guzman tiba di Samarinda. Pada Rabu yang kelabu, 19 Maret 1997, geolog Bre-X berkebangsaan Filipina itu naik helikopter dari Bandara Temindung menuju Busang. Pada menit ke-17 setelah lepas landas, lelaki yang dikenal memiliki banyak istri itu terjun dari kursi belakang.
Jenazah, atau yang diduga tubuh dari, De Guzman ditemukan empat hari kemudian. Dua pekerja Bre-X mendapati jasadnya tertelungkup di rawa-rawa Sabintulung, kini sebuah desa di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, seperti ditulis Majalah Pantau dalam artikel berjudul Dari Tambang Turun ke Ladang (2007). Banyaknya kejanggalan membuat kematiannya terselubung kabut misteri sampai hari ini.
Berita kematian De Guzman, lelaki yang turut kaya-raya bersama Felderhof dan David Walsh karena penemuan emas di Busang, bak puncak drama yang menggetarkan dunia. Dua hari setelah jenazah ditemukan, Freeport-McMoRan mengeluarkan pernyataan resmi. Inti bor Freeport di Busang menunjukkan kandungan emas tidak signifikan. Data potensi cebakan Busang yang dinyatakan Bre-X disebut dilebih-lebihkan.
Baca Juga: Cerutu Raksasa Penuh Emas
Pada April 1997, tepat bulan ini 21 tahun yang lalu, saham Bre-X yang sempat menyentuh 286 dollar Kanada atau Rp 2,8 juta per lembar terempas ke bumi. Nilai saham perusahaan tinggal 2,5 dollar Kanada atau Rp 25 ribu per lembar. Hanya dalam 30 menit transaksi, Bre-X kehilangan 3 juta dollar Kanada atau setara Rp 30 miliar.
Penaburan Emas
Pelbagai penyelidikan mengupas teori yang diduga dipakai para geolog Bre-X menipu mata dunia. Teori yang paling dipercaya dalam investigasi Bondan Winarno disuguhkan oleh Prof Koesoemadinata dari Institut Teknologi Bandung. Guru besar yang dikenal sebagai bapak geologi Indonesia itu mengajukan tesis yang disebut "peracunan" sampel. Singkatnya, mata bor Bre-X yang membawa sampel tanah dari Busang ditambahi butiran emas sehingga memberikan hasil uji yang bagus.
Peracunan sampel itu ditengarai sangat-sangat sederhana sehingga bisa dilakukan oleh satu atau dua orang. John Irvin adalah manajer Indo Assay di Balikpapan yang menganalisis dugaan tersebut. Irvin memang bekerja di perusahaan yang menyelia 35.000 contoh yang dikirim dalam 5.000 karung oleh Bre-X.
“Katakanlah, Anda punya satu kantong contoh seberat 10 kilogram. Anda ingin contoh itu menghasilkan analisis yang menunjukkan adanya kandungan 5 gram emas per ton. Anda cukup menaburkan 0,05 gram bubuk emas ke atas contoh itu,” urainya.
Baca Juga: David Walsh dan Penemuan Abad Ini
Meskipun caranya sederhana, penaburan emas disebut tidak bisa sembarangan. Prof Koesoemadinata memberi tambahan bahwa peracunan sangat presisi. Penaburan emas di mata bor sangat memperhitungkan kemiringan bor, kedalaman galian, hingga sampel kesekian. Hanya lewat bantuan komputer, kata Koesoemadinata, teknik penipuan demikian sukar dideteksi.
“Bahkan CIA (Central Intelligence of Amerika) pun, saya kira sulit melakukannya," jelas Koesoemadinata. Tanpa ragu dia menyatakan, pemimpin peracunan itu pastilah ahli geologi profesional. "Ahli yang berpengalaman di bidang penambangan emas sekaligus kriminal jenius yang ulung,” terangnya. Sebuah pernyataan yang menegaskan bahwa penemuan emas Busang adalah konspirasi yang terencana. (*)