kaltimkece.id Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto menjadi wilayah strategis dalam rencana besar pemindahan ibu kota negara. Pemerintah pusat disebut memberi perhatian khusus terhadap aktivitas pertambangan batu bara ilegal yang diduga banyak terjadi di sana.
Warga yang telah mengajukan protes berkali-kali bahkan mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 28 Oktober 2019. Surat itu dijawab pemerintah pusat dengan menurunkan tim dari Balai Penegakan Hukum Wilayah II Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Annur Rahim selaku kepala seksi menjelaskan, sudah 12 kasus penambangan ilegal di Tahura yang mereka tangani. Sebanyak 12 orang dihadapkan ke meja hijau dari seluruh kasus tersebut. Para terdakwa dijerat perusakan hutan karena menambang di kawasan konservasi.
“Dari 12 kasus yang kami tangani, sembilan sampai 10 di antaranya sudah divonis penjara tidak lebih dari dua tahun. Satu putusan onslagh (lepas dari segala tuntutan hukum), sisanya pelimpahan berkas ke kejaksaaan,” kata Annur kepada kaltimkece.id, Sabtu, 4 April 2020.
Balai Gakkum mengaku kerepotan menindak aktivitas ilegal di Tahura Bukit Soeharto. Pasalnya, wilayah kerja satuan ini sangat luas karena meliputi lima provinsi di Kalimantan. Annur menekankan, perlunya upaya kuat pemilik rumah yaitu UPTD Tahura Bukit Soeharto selaku pemangku kawasan. Peran aktif dinas dan instansi di level provinsi juga amat menentukan.
Pemerintah pusat, sambung Annur, menangani aktivitas tambang ilegal di kawasan Tahura Bukit Soeharto secara komprehensif. Langkah diambil karena sebagian besar Tahura nantinya adalah wilayah ibu kota negara. Gakkum KLHK ditunjuk untuk menginvestasi masalah di kawasan ini. Annur mengakui, upaya ini sedikit kendor karena pemerintah pusat dan daerah sedang berjuang melawan pandemi Covid-19.
“Kami sedang mendata penambang (ilegal) itu. Setelah ini (pandemi), kami tindaklanjuti dengan penegakan hukum,” pasti Annur.
Segera Periksa Tiga Saksi
Sebelum pembakaran alat berat yang beroperasi di tambang yang diduga ilegal, Balai Wilayah Sungai III Kalimantan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah mengirim enam surat. Balai, selaku pengelola Bendungan Samboja, melaporkan adanya laporan galian batu bara yang diduga ilegal di sekitar waduk. Surat kepada kejaksaan tinggi dan kepolisian daerah juga berisi permohonan bantuan pengamanan di Bendungan Samboja.
Kapala Bidang Humas Polda Kaltim, Komisaris Besar Polisi Ade Yaya Suryana, belum banyak memberi pernyataan perihal enam surat Balai Wilayah Sungai III Kalimantan yang ditujukan kepada Polda Kaltim.
“Sudah kami teruskan ke Polres Kukar. Nanti bisa konfirmasi ke Polres Kukar,” kata Kombes Ade Yaya, Jumat, 3 April 2020.
Kombes Ade Yaya sekaligus menjelaskan, polisi di wilayah hukum Polda Kaltim telah mengungkap 17 kasus tambang ilegal sepanjang 2018. Delapan kasus dinyatakan selesai. Adapun pada 2019, sebanyak 19 kasus tambang ilegal diungkap, tujuh di antaranya selesai di pengadilan.
Menurut laporan kinerja akhir tahun Polda Kaltim, kasus terbanyak pada 2018 ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim yakni sembilan kasus. Sementara pada 2019, kasus terbanyak diungkap jajaran Polresta Samarinda yakni sembilan kasus. Sementara Polres Kukar, mengungkap tiga kasus pada 2018 dan empat kasus pada 2019.
Kepala Kepolisian Resor Kutai Kartanegara, Ajun Komisaris Besar Polisi Andrias Susanto Nugroho, tidak memberikan banyak pernyataan mengenai laporan berulang dari Balai Wilayah Sungai III Kalimantan. Kapolres hanya mengatakan, sudah ada upaya hukum untuk pembakaran alat berat pada 31 Maret 2020. Polisi juga berpatroli dan mengimbau masyarakat menjaga wilayah supaya kejadian tempo hari tak terulang.
“Intinya, kami proses kemarin. Kami sudah amankan satu eksavator. Kami periksa saksi, sudah ada tiga (saksi),” katanya, ketika menerima wawancara kaltimkece.id via telepon, Sabtu, 4 April 2020. Kapolres mengatakan, sedang sulit sinyal di daerahnya.
Kepala Kepolisian Sektor Samboja, Inspektur Satu Reza Pratama R Yusuf, menambahkan informasi ketiga saksi tersebut. Mereka adalah Kepala Desa Karya Jaya, Wahidin; Ketua Badan Permuswaratan Desa, Suhardi; dan Sukamto selaku petugas jaga Bendungan Samboja. Ketiganya dimintai keterangan awal mengenai peristiwa pembakaran alat berat.
“Sebagian sudah dipanggil. Namun karena Sabtu dan Minggu agak susah, kemungkinan Senin,” terang Iptu Reza dalam wawancara terpisah.
Pemanggilan ketiga saksi ini untuk meminta keterangan awal dalam protes warga yang berujung pembakaran. Polsek sebatas penanganan awal dan selanjutnya dilimpahkan kepada Polres Kukar. Iptu Reza menyatakan, penyelidikan terus dikembangkan demi mencari penambang yang diduga ilegal.
“Kalau arahnya illegal mining, Polres Kukar yang menyelidikinya nanti,” katanya. (*)
Editor: Fel GM
Baca juga reportase "Gali Perkara di Tengah Corona" berikutnya di bawah ini:
1. Warga Bakar Alat Berat, Penambang Balik Mengancam
2. Warga yang Bakar Alat Berat Tak Bisa Serta-Merta Dihukum
3. Diduga Ada Tiga Pemain Besar di Balik Tambang Ilegal Samboja
4. Ditindak selepas Pandemi, Polisi Periksa Tiga Saksi